KedaiPena.Com – Adanya dugaan jebolnya data 10 Kementerian termasuk BIN yang diduga dilakukan oleh hacker China semakin menunjukkan ancaman kondisi ruang siber di Indonesia memprihatinkan.
Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI Anton Sukartono Suratto saat merespon kabar kebocoran data 10 Kementerian termasuk BIN yang diduga dilakukan oleh Hacker China.
Mengacu data, tiap 39 detik terjadi satu kasus hack di seluruh dunia. Untuk di Indonesia, tercatat pada tahun 2020 sekitar 495 juta terjadi kejahatan siber yang diantaranya 9749 kasus peretasan situs atau serangan hack.
“Tahun 2019, kita masih ingat mantan Presiden SBY pun pernah disadap Australia. Kemarin adanya dugaan data pak Presiden Jokowi jebol melalui website Kementerian kesehatan walaupun akhirnya Kemenkoinfo sudah melakukan klarifikasi bahwa data presiden Jokowi tidak dijebol,” kata Anton begitu ia disapa Selasa, (14/9/2021).
Anton menjelaskan, kebocoran data yang disebabkan karena adanya tindakan peretasan dan hacking social engineering merupakan tindakan kriminal kejahatan siber. Tindakan ini, dilakukan dengan menerobos sistem keamanan komputer atau jaringan komputer tanpa ijin.
“UU no 19 tahun 2016 perubahan atas UU no 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah mengamanatkan perlindungan terhadap illegal access. “Setiap orang dilarang masuk ke suatu sistem tanpa punya hak yang sah,” papar Anton.
Anton berharap, agar Direktorat tindak pidana siber Polri melalui uji forensik digital harus mengungkap pelaku peretasan akun dan situs agar tidak meresahkan masyarakat.
“Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melalui Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2017 dengan merevitalisasi Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) harus lebih memperkuat kemampuan nya dalam melaksanakan keamanan siber secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan, mengembangkan, dan mengonsolidasikan semua unsur yang terkait dengan keamanan siber,” papar Anton.
Anton mendesak, agar BSSN dapat bekerjasama dengan lembaga pemerintah lainnya. BSSN dapat bekerjasama dengan Polri, Kejaksaan, BNPT, BNN, BIN, TNI, Kemenhan dan Kemenkominfo,
“BSSN harus lakukan investigasi mendalam dalam kasus dugaan jebolnya data lembaga pemerintah melalui Computer Security Incident Response Team (CSIRT) yang mana pada tahun 2020 BSSN sudah membangun CISRT sebanyak 5 di pusat dan 10 di daerah,” tutur Anton.
Anton menerangkan, salah satu misi dibentuknya CSIRT adalah membangun, mengoordinasikan, mengolaborasikan dan mengoperasionalkan sistem mitigasi, manajemen krisis, penanggulangan dan pemulihan terhadap insiden keamanan siber sektor pemerintah.
“Selain itu BSN harus memperkuat monitoring keamanan ruang siber yang dilaksanakan oleh CSIRT Nasional atau Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional (Pusopskamsinas) dan berkordinasi dengan seluruh stake holder terkait guna dilakukan mitigasi terhadap ancaman kejahatan pada ruang siber di Indonesia,” ungkap Anton.
Anton menambahkan, ruang lingkup monitoring tersebuat diantaranya sensor monitoring keamanan pada kementerian/lembaga. Tidak hanya itu, hal ini termasuk sensor monitoring keamanan pada infrastruktur internet Indonesia, dan cloud security protection platform.
“Saat ini Indonesia memasuki era digitalisasi, era internet dan dunia maya dalam segala bentuk aktifitas, bahkan hampir semua kegiatan lembaga pemerintah menerapkan sistem elektronik dalam memberikan pelayanan kepada masyrakat. Dengan kondisi tersebut maka ruang siber Indonesia makin luas. Makin tingginya tingkat pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berbanding lurus dengan resiko dan ancaman keamanannya,” papar Anton.
Anton menyarankan, agar kebijakan Pemerintah dapat melakukan dan menangani ancaman siber dengan cara pendekatan melalui sistem manajemen keamanan informasi.
Selain itu, lanjut Anton, pemerintah juga dapat melakukan pendekatan teknologi yang cermat dan akurat serta up to date. Hal ini dilakukan agar dapat menutup setiap lubang atau celah bagi penyerangan di dunia maya.
“Selain kebijakan internal, pemerintah juga harus melakukan kebijakan eksternal melalui Kementerian Luar Negeri dengan cara meningkatkan kerjasama dengan negara-negara lain dalam menangani kejahatan di dunia maya,” tandas Anton.
Laporan: Muhammad Hafidh