KedaiPena.Com – Indonesia merupakan negara dengan tingkat populasi Rangkong Gading (rhinoplax vigil) terbesar di Asia. Dimana populasi burung ini banyak ditemui di Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Demikian ungkap Kepala Subdit Penerapan Konvensi Internasional Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Ratna Kusuma Sari dalam Rapat Konsolidasi Nasional Implementasi Resolution dan Decision CITES terkait Konservasi dan Perdagangan Rangkong Gading di Medan, Selasa (16/5).
Dikatakan, dalam ekosistem hutan Rangkong dinilai berperan penting. Terlebih lagi dengan kemampuan terbang hingga 100 kilometer, menjadikan Rangkong sebagai penebar benih pohon buah yang efektif. Selain itu, katanya, kehidupan Rangkong sangat bergantung pada keberadaan pohon-pohon besar dan tinggi untuk bersarang membuat keberadaannya menjadi indikator lestarinya sebuah kawasan.
“Di Indonesia sendiri, ada 13 jenis rangkong yang tercatat sebagai spesies dilindungi sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), serta Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar,” ujar Ratna.
Ratna pun mengatakan, ancaman utama Rangkong adalah perburuan dan perdagangan yang masif dan terus meningkat selama tiga tahun terakhir.
“Hal itu karena permintaan paruh Rangkong paling banyak diminta dari China untuk obat, awetan, dan hiasan. Selain perburuan dan perdagangan, menyusutnya populasi Rangkong, khususnya Rangkong Gading karena tingginya angka deforestasi dan perubahan fungsi lahan yang menjadi habitatnya,” jelas Ratna.
Terlebih lagi, sambungnya, Rangkong Gading masuk ke dalam daftar Appendiks I Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Tumbuhan dan Satwa Liar Terancam (CITES) dan dikategorikan sebagai spesies dengan status ‘Kritis’ (Critically Endangered/ CR) pada Redlist International Union for Conservation of Nature (IUCN).
“Dan sebagai upaya perlindungan di tingkat global, Pemerintah Indonesia telah mengusulkan resolusi rangkong gading pada sidang CoP17 CITES 2016 di Johannesburg, Afrika Selatan yang secara aklamasi diadopsi menjadi Resolusi Conf. 17.11 tentang konservasi dan perdagangan rangkong gading,” sebutnya.
Mandat resolusi yang ditujukan kepada seluruh negara (parties), terutama negara sebaran dan negara konsumen (range states), antara lain untuk menerapkan kerangka hukum secara terpadu serta penegakan hukum yang efektif, membangun kerjasama dengan negara perbatasan dan range states, monitoring, penyadartahuan masyarakat, serta menyusun dan mengimplementasikan rencana aksi konservasi rangkong gading.
Pemerintah Indonesia memulai melakukan konsolidasi kepada para pemangku kepentingan terkait dan mempersiapkan langkah-langkah untuk menyusun rencana aksi nasional guna mengimplementasikan resolusi dan keputusan terkait rangkong gading di Indonesia. Pemerintah tidak bisa menjalankan konservasi rangkong gading sendiri, butuh bantuan semua pihak secara proaktif demi mencapai upaya penyelamatan terhadap species ini.
“Rapat ini merupakan bagian dari upaya untuk memperbarui berbagai hal terkait status Rangkong Gading di Indonesia. Menggali dukungan dari para pihak guna menyusun rencana aksi nasional konservasi rangkong gading yang nantinya disahkan secara hukum melalui Permen LHK,” tandasnya.
Kepala Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (TNBKDS) di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Arief Mahmud menyatakan, wilayahnya menjadi salah satu lokasi sebaran Rangkong Gading dengan delapan jenis Rangkong.
Dikatakannya, status Rangkong Gading yang dilarang untuk diperdagangkan membuat bupati Kapuas Hulu menerbitkan Surat Bupati Kapuas Hulu Nomor 522.52/1189/DKH/BPH-C tanggal 31 Agustus 2012 yang melarang perdagangan rangkong. Sayangnya, kata Arief, kepedulian Pemda untuk konservasi rangkong terhalang kepentingan masyarakat serta minimnya insentif untuk kegiatan konservasi, dan luasnya wilayah TNBKDS yang hanya 800.000 hektar.
“Tapi upaya konservasi tetap dilakukan, seperti monitoring, pembangunan stasiun riset, kampanye, pengamanan dan perlindungan kawasan, penguatan hukum adat, dan kerjasama dengan lembaga internasional,” jelas Arief.
Sementara itu, pihak Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera, Suhud menyebutkan, sampai saat ini, sebanyak 146 paruh rangkong gading yang disita PISL Gakum. Menurutnya, strategi yang perlu dilakukan untuk konservasi adalah dengan meningkatkan penyadaran dan partisipasi aktif masyarakat, penguatan intelijen, penguatan analisa forensik barang bukti, dan optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi untuk pencegahan kasus perdagangan satwa liar.
“Kerjasama antara PPATK dengan PISL Ditjen Gakum untuk mendukung operasi penertiban perburuan Rangkong Gading perlu dilakukan agar penanganan lebih baik. Selain itu, substansi penegakan hukum dalam UU KSDHE perlu diperbaiki karena belum memberi sanksi hukuman maksimal bagi para pelaku perdagangan TSL,” paparnya.
Kemudian, Rahmad Saleh dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) jyga menambahkan, untuk melindungi kawasan TNGL pihaknya bekerjasama dengan Wildlife Conservation Society Indonesia Programme (WCS IP) dan sudah menerapkan SMART Patrol sejak empat tahun lalu. Dimana saat ini, katanya, terdapat 20 tim patroli yang bekerja di lokasi perburuan di TNGL yang sudah terdeteksi melalui sistem patroli tersebut.
“Kalau memburu Rangkong, biasanya pemburu menggunakan senapan angin dan senapan rakitan. Biasanya bersamaan dengan perburuan burung murai. Kedua spesies tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi. Dan Strategi penanganan yang kita lakukan berupa penguatan jaringan penegak hukum perlu untuk mengungkap mata rantai pelaku kejahatan. Selain itu, penelitian ilmiah yang dipublikasi di tingkat internasional terkait manfaat paruh Rangkong, supaya mencegah pemanfaatan ilegal yang marak dari paruh tersebut,” sebut Rahmad.
Hal itupun dibenarkan oleh Giyanto dari WCS IP. Ia mengatakan bahwa pihaknya telah berkomitmen untuk berkontribusi dalam kegiatan monitoring, pengumpulan data dan informasi terkait perdagangan satwa liar. Dimana salah satu kegiatan monitoring yang dilakukan adalah Spatial Monitoring and Reporting Tool Patrol (SMART Patrol) yang dilakukan di dalam dan luar kawasan konservasi, khususnya di empat kawasan konservasi di Sumatera dan Jawa.
Selain itu, tambahnya, WCS IP juga bekerjasama dengan aparat penegak hukum untuk melakukan pelatihan dan peningkatan kapasitas dalam menangani kasus satwa liar, dan melakukan pemetaan pelaku perdagangan dalam jaringan nasional dan internasional dengan melihat negara tujuan perdagangan dan negara transit perdagangan satwa liar.
Kemudian, terkait dengan kasus Rangkong Gading, jelasnya, hingga saat ini tim WCS IP mencatat sebanyak 17 kasus perdagangan rangkong yang telah ditangani petugas. Sebanyak 283 barang bukti Rangkong telah disita, termasuk 250 di antaranya adalah Rangkong Gading.
“Kami tekankan bahwa tidak ada sasaran tunggal dalam perburuan satwa liar karena pemburu cenderung meraih keuntungan sebesar-besarnya dalam satu kali perburuan. Ini penting untuk diperhatikan dalam memetakan jaringan perdagangan untuk membantu proses penegakan hukum di Indonesia,” pungkas Giyanto.
Laporan: Iam