KedaiPena.Com – Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto Siregar memahami adanya penolakan 35 Investor Global terkait dengan penolakan Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).
Hermanto begitu ia disapa mengatakan, bahwa saat ini dan masa mendatang perhatian terhadap keberlanjutan lingkungan semakin tinggi. Alasan 35 investor global itu sendiri lantaran terkait dengan kelestarian lingkungan di Indonesia.
“Dengan telah diratifikasinya Sustainable Development Goals, kegiatan pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan sasaran pembangunan berkelanjutan,” kata Hermanto kepada KedaiPena.Com, Senin (12/10/2020).
Tidak hanya sektor riil, kata Hermanto, sektor perbankan dan keuangan sedianya juga telah menerapkannya green banking dan sustainable finance.
“Jadi Indonesia tidak boleh melonggarkan peraturan perundangan terkait keberlanjutan lingkungan demi apapun, termasuk demi investasi. Mengenai Amdal (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) misalnya. Dengan peraturan lumayan ketat seperti yang eksisting saat ini saja masih banyak industri yang tidak melaksanakannya sebagaimana mestinya, sehingga masih banyak insiden pencemaran lingkungan kita dengarkan. Apalagi nanti diberi banyak kemudahan?,” tegas Hermanto.
Hermanto menjelaskan, bahwa seharusnya pemerintah bukan memberikan kemudahan kepada investor atau calon investor dalam pelaksanaan Amdal.
Namun, kata dia, melakukan penyederhanaan prosedur dengan penerapan teknologi digital dan sistem manajemen yang lebih efisien, tanpa mengurangi substansi Amdal yang harus dipenuhi.
“Karena kesadaran pebisnis pentingnya “people, profit, and planet“. Kedua, SDGs (Sustainable Development Goals) dari PBB kan sudah diratifikasi oleh semua negara anggota PBB. Maka, mengikat bagi siapa saja termasuk pebisnis,” tutur Hermanto.
Diketahui, sebanyak 35 investor global dengan nilai aset kelolaan (asset under management/AUM) sebesar 4,1 triliun dollar AS menulis surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo terkait Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Investor global tersebut khawatir dengan adanya perubahan kerangka perizinan, berbagai persyaratan pengelolaan lingkungan dan konsultasi publik serta sistem sanksi bakal berdampak buruk terhadap lingkungan, hak asasi manusia, serta ketenagakerjaan.
Menteri Koordinator Perekonomian Arilangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani sendiri merespon kebijakan tersebut.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto misalnya menilai, para investor tersebut belum membaca naskah UU Cipta Kerja yang paling baru.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa di dalam UU Cipta Kerja, pemerintah tidak memperlemah aturan mengenai analisis dampak lingkungan (Amdal), namun justru memperkuat.
Laporan: Muhammad Hafidh