KedaiPena.Com – Adanya peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Agung di Kabupaten Karangasem Provinsi Bali berdasarkan analisis data visual, instrumental dan mempertimbangkan potensi ancaman bahayanya. Maka PVMBG Badan Geologi menaikkan status Gunung Agung dari Level (Normal) ke Level II (Waspada) terhitung mulai Kamis (14/9) lalu, pukul 14.00 Wita.
Hal itu dikatakan Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB dalam keterangan pers yang diterima KedaiPena.Com ditulis Sabtu (16/9).
Terkait dengan kenaikan tersebut, Badan Geologi telah memberitahukan Kepala daerah dan instansi lain. Rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi antara lain masyarakat di sekitar gunung dan pengunjung agar tidak beraktivitas di dalam area kawah dan seluruh area di dalam radius 3 km dari kawah gunung, atau pada elevasi 1500 meter dari permukaan laut.
“BNPB telah berkoordinasi dengan BPBD Provinsi Bali dan BPBD Kabupaten Karangasem terkait peningkatan status Waspada Gunung Agung,” sambung Sutopo.
Sosialisasi akan dilakukan kepada masyarakat agar mematuhi rekomendasi. Rencana kontinjensi akan segera disusun untuk merencanakan segala kemungkinan jika adanya peningkatan status gunungapi lebih lanjut.
Pos Pengamatan Gunungapi yang berlokasi di Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali merekam 7 kali gempa Vulkanik Dalam (VA) dengan amplitudo 2 – 6 mm, lama gempa 12 – 23 detik. 4 kali gempa Vulkanik Dangkal (VB) dengan amplitudo 3 – 6 mm dan lama gempa 7 – 13 detik. 1 kali gempa Tektonik Lokal (TL) dengan amplitudo 6 mm, S-P 4.8 detik dan lama gempa 37 detik pada Rabu (13/9/2017).
Pos pengamatan Gunung Agung mengamati belum adanya perubahan signifikan tinggi dan tebal asap dari kawan dalam kurun waktu 3 bulan terakhir. Badan Geologi melaporkan bahwa berdasarkan informasi dari pendaki pada 13 September lalu, terlihat hembusan solfatara dari dasar kawah yang sebelumnya tidak pernah terlihat sampai periksaan terakhir pada bulan April 2017.
Badan Geologi juga melaporkan data terukur terkait dengan peningkatan status, seperti material vulkanik, tingkat kegempaan dan citra termal. Pada indikator gempa Vulkanik Dalam (VA) mengindikasikan proses peretakan batuan di dalam tubuh gunungapi yang diakibatkan oleh tekanan fluida magmatik dari kedalaman mulai terekam meningkat jumlahnya secara konsisten sejak 10 Agustus 2017 dengan amplituda kegempaan vulkanik
berkisar antara 3 mm sampai 10 mm.
“Gunung Agung memiliki sejarah aktivitas erupsi yang dicirikan oleh erupsi-erupsi yang bersifat eksplosif dan efusif dengan pusat kegiatan yang berada pada kawah. Masih dilihat pada sejarah erupsi, potensi ancaman berupa bahaya berupa jatuhan piroklastik, aliran piroklastik, dan aliran lava,” Sutopo melanjutkan.
Daerah yang berpotensi terancam jatuhan piroklastik dapat tersebar di sekeliling Gunung Agung tergantung pada arah angin. Dengan kondisi aktivitas seperti saat ini, apabila terjadi letusan, potensi bahaya diperkirakan masih berada di area tubuh Gunung Agung yang berada di lereng Utara, Tenggara, dan Selatan gunung.
Sementara itu, ancaman bahaya secara langsung berada di daerah utara gunung, seperti di daerah aliran sungai Tukad Tulamben, Tukad Daya, Tukad Celagi yang berhulu di area bukaan kawah, Sungai Tukad Bumbung di Tenggara, Pati, Tukad Panglan, dan Tukad Jabah di Selatan G. Agung berpotensi terhadap bahaya aliran piroklastik dan lahar. Jika erupsi efusif berupa aliran lava Gunung Agung.
Badan Geologi mencatat bahwa Gunung Agung yang meletus pada 12 Maret 1963 berskala VEI 5, dengan tinggi kolom erupsi setinggi 8-10 km di atas puncak G. Agung dan disertai oleh aliran piroklastik yang menghancurkan beberapa desa di sekitar. VEI merupakan skala pengukuran relatif letusan gunung. Gunung Agung dengan VEI 5 dideskripsikan mengalami erupsi sangat besar. Saat itu letusan menewaskan sekitar 1.100 jiwa, yang sebagian terkena aliran lahar.
Aktivitas Gunung Agung selesai pada tanggal 27 Januari 1964 dan menyisakan kawah dengan diameter 500 meter. dan kedalaman hingga 200 meter.
“Masyarakat dihimbau untuk tetap tenang dan tidak terpancing pada hal-hal yang menyesatkan. Letusan gunung bersifat slow on set. Artinya tidak seketika meletus, namun selalu mengeluarkan tanda-tanda peningkatan aktivitas vulkanik sebelumnya sehingga PVMBG dapat menetapkan rekomendasi lebih lanjut,” tandas Sutopo.
Laporan: Muhammad Hafidh