KedaiPena.Com– Gugatan uji materi Undang-Undang Pemilu (UU Pemilu) tahun 2017 yang diajukan oleh pimpinan DPD RI dan pimpinan Partai Bulan Bintang (PBB) ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Adapun perkara nomor: 52/PUU-XX/2022 itu dimohonkan oleh Ketua DPD LaNyalla Mattalitti dan Wakil Ketua DPD Nono Sampono, Mahyudin, dan Sultan B Najamudin.
Sementara, Ketum Partai BBB, Yusril Ihza Mahendra dan Sekjen PBB Afriansyah Noor. Keduanya, menggugat presidential threshold 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional sebagaimana termuat dalam Pasal 222 UU Pemilu.
Menurut pemohon I dari unsur DPD, berlakunya Pasal 222 UU Pemilu telah menghalangi hak serta kewajiban pemohon untuk memajukan dan memperjuangkan kesetaraan bagi putra-putri daerah dalam mencalonkan diri sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden.
“Kehadiran presidential threshold hanya memberikan akses khusus kepada para elite politik yang memiliki kekuatan tanpa menimbang dengan matang kualitas dan kapabilitas serta keahlian setiap individu,” bunyi permohonan pemohon dari unsur DPD.
Sementara, Yusril dan Afriansyah menyatakan seharusnya mereka memiliki hak konstitusional untuk mengusung calon Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana ketentuan dalam Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.
Namun, hak tersebut menjadi berkurang akibat berlakunya Pasal 222 UU Pemilu yang menambahkan syarat perolehan suara sebanyak 20 persen. Menurut mereka, hal tersebut bertentangan dengan apa yang ditentukan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.
Anggota Hakim MK Aswanto menimbang dalil-dalil yang disebutkan oleh Yusril tidak beralasan menurut hukum, karena tidak terdapat jaminan bahwa dengan dihapuskannya syarat ambang batas pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau partai politik maka berbagai ekses yang didalilkan pemohon tidak akan terjadi lagi.
Pada pokoknya, kata Aswanto, Mahkamah menyatakan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden adalah konstitusional, sedangkan berkenaan dengan besar atau kecilnya persentase presidential threshold merupakan kebijakan terbuka dalam ranah pembentuk undang-undang.
“Dengan demikian, menurut Mahkamah tidak terdapat alasan mendasar yang membuat Mahkamah harus mengubah pendiriannya. Permohonan Pemohon II tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya dan terhadap dalil-dalil serta hal-hal lain tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena tidak terdapat relevansinya,” kata Aswanto.
Berdasarkan pertimbangan di atas, Ketua MK Anwar Usman menyatakan, Pemohon I atau LaNyalla Cs tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Sementara Pemohon II atau Yusril dan Afriansyah memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Namun, pokok permohonannya tidak beralasan menurut hukum.
“Amar putusan: menyatakan permohonan pemohon I tidak dapat diterima. Menolak permohonan II untuk seluruhnya,” tandas Anwar.
Laporan: Muhammad Hafidh