KedaiPena.Com – Koalisi Masyarakat Pemantau Tambang (KMPT) Aceh, Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Jaringan Monitoring Tambang dan Pelestarian Alam (JMT-PELA), dan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) mendesak Gubernur Aceh Zaini Abdullah segera menerbitkan Surat Keputusan (SK) Pencabutan kolektif dalam beberapa tahap.
Demikian ungkap Program Manajer Jaringan Monitoring Tambang dan Pelestarian Alam (JMT-PELA), Susilo Laharjo melalui rilis kepada KedaiPena.Com Rabu (15/3).
Susilo memaparkan, tahap pertama yaitu terhadap 18Â Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah diidentifikasi bermasalah di Provinsi Aceh, hal ini penting dilakukan untuk memberikan kepastian hukum terhadap tatakelola pertambangan mineral logam dan batubara dalam masa moratorium Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang akan berakhir pada oktober 2017 di Aceh.
“Hasil temuan KMPT, Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh melalui Surat Nomor 545/22651 tanggal 28 Desember 2016 telah menyurati Ditjen Mineral dan Batubara (Minerba) untuk memberikan rekomendasi sertifikasi clean and clear (CnC) terhadap 14 IUP. Padahal beberapa perusahaan yang direkomendasi oleh Sekda Aceh tersebut, 4 diantaranya telah dicabut oleh Pemerintah Kabupaten. Yakni PT Mineral Nagan Raya di Nagan Raya, lalu PT Fajar Putra Manggala, PT Nanggroe Kuchi Puega I, dan PT Nanggroe Kuchi Puega II yang ketiganya berada di Aceh Tengah,†sebut Susilo.
Selain itu, tambah Susilo, perusahaan yang direkomendasikan oleh Sekda Aceh juga tidak menyetorkan dana reklamasi tambang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebagaimana hasil Korsup Minerba KPK pada akhir tahun 2016, sebut Susilo, sebanyak 97% tidak menyetorkan dana Jaminan reklamasi, artinya hanya sebagian kecil saja yang patuh.
“Hal ini sudah jelas-jelas mengangkangi PP 78/2010 tentang Jaminan Reklamasi dan Pasca Tambang. Sebab, dari jumlah IUP yang ada, hanya dua IUP yang memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), padahal kenyataanya banyak izin tambang yang masih berada di kawasan hutan. Sehingga kami menduga adanya kekeliruan atas surat Sekda Aceh yang mengatasnamakan Gubernur tersebut,†jelasnya.
Untuk itu, Pihaknya berharap agar Gubernur Aceh segera mengambil langkah tegas dengan menerbitkan SK pencabutan terhadap 18 IUP yang telah diidentifikasikan bermasalah dan menyampaikan kepada Kementrian ESDM secepatnya. Selain itu, mereka juga meminta Gubernur Aceh melalui Inspektorat agar dapat menelaah terkait dasar hukum terkait terbitnya surat yang dikeluarkan oleh Sekda Aceh.
“Jika ditemukan proses yang dilalui tidak prosedural, maka Gubernur harus memberikan sanksi tegas terhadap jajarannya. Sebab pencabutan IUP didasari tindak lanjut Peraturan Menteri ESDM No. 43 Tahun 2015 tetang evaluasi IUP. Bahwa sampai batas waktu per 2 Januari 2017 yang diperpanjang hingga 31 Januari 2017, IUP yang masih berstatus Non CNC harus segera dicabut. Jadi Gubernur Aceh harus mengambil langkah tegas terkait penerbitkan SK Pencabutan IUP kolektif di Aceh,†katanya.
Selain JMT-PELA, tambah Susilo lagi, pihak KMPT Aceh juga mendesak Gubernur Aceh untuk segera menerbitkan SK Pencabutan Kolektif tahap pertama terhadap 18 IUP bermasalah yang telah di identifikasi untuk memberikan kepastian hukum terhadap izin usaha pertambang di Provinsi Aceh. Dimana pencabutan IUP ini menurut mereka sangat tepat dilakukan karena sejalan dengan komitmen Gubernur Aceh dalam mendorong moratorium tambang di Aceh.
“Penerbitan SK pencabutan merupakan momentum yang tepat dalam menjaga hutan Aceh. Apalagi KMPT menengerai bahwa sejumlah IUP yang mengantongi izin adalah perusahaan yang hanya menjadi IUP sebagai kepentingan untuk mendapatkan manfaat bisnis semata (bisnis porto folio),†tegas Susilo.
Kemudian lagi, lanjut Susilo, KMPT juga mendesak Gubernur Aceh agar melakukan evaluasi terhadap terbitnya Surat A.n Gubernur Aceh yang ditandatangi oleh Sekda Aceh atas Surat Nomor:Â 545/22651 tanggal 28 Desember 2016Â perihal Pemberian rekomendasi CNC terhadap 14 IUP.
“Gubernur harus memberikan sanksi tegas terhadap para pihak yang diduga melakukan kesalahan yang sangat fatal terhadap surat tersebut. Apalagi jika gara-gara Surat rekomendasi untuk mendapatkan status CnC ini memiliki korelasi dengan pelanggaran hukum serta ditemukan pelanggaran prosedural. Sikap tegas ini penting dilakukan oleh Gubernur Aceh agar tatakelola pertambangan di Aceh menjadi lebih baik dan terintegrasi sesuai dengan semangat menjaga hutan Aceh,†paparnya.
Pihaknya juga mendesak Gubernur Aceh segera membentuk Tim Audit untuk melakukan audit kepatuhan hukum dan pelaksanaan kewajiban terhadap IUP yang terindikasi bermasalah di Aceh. Termasuk bekerjasama dengan PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara) untuk menagih piutang perusahaan yang mengantongi IUP sebesar Rp 41 Milyar, kepentingan menagih piutang ini adalah amanah UU sebab jika ini dibiarkan maka yang rugi adalah Aceh sebagai pemilik atas pengelolaan hutan.
“Dimana kerusakan hutan akibat pertambangan oleh perusahaan akan menjadi beban jangka panjang yang harus dipikul oleh pemerintah Aceh. Dan hal ini juga sekaligus menjadi agenda paling penting dalam penerapan tatakelola pertambangan yang berkebelanjutan di Aceh,†tandasnya. (iam)
Disebutkan, 18 daftar IUPÂ yang telah diterbitkan SK Pencabutan oleh Pemerintahan Kabupaten/Kota di Aceh dan diumumkan pencabutan melalui Kementrian ESDM antara lain:
- PT Mineral Nagan Raya di Kabupaten Nagan Raya telah diterbitkan SK Pencabutannya melalui SK Bupati Nagan Raya dengan No. 545/112/SK/PENCABUTAN-IUP/2016
- PT FAJAR PUTRA MANGGALA di Kabupaten Aceh Tengahtelah diterbitkan SK Pencabutannya melalui SK Bupati Aceh Tengah dengan No. 814/251/DPPKESDM/2016
- PT Nanggroe Kuchi Puega di Kabupaten Aceh Tengah telah diterbitkan SK Pencabutannya melalui SK Bupati Aceh Tengah dengan No. 814/250/DPPKESDM/2016
- PT Nanggroe Kuchi Puega 2 di Kabupaten Aceh Tengah telah diterbitkan SK Pencabutannya melalui SK Bupati Aceh Tengah dengan No. 814/252/DPPKESDM/2016
- PT Sinergy Mining di Kabupaten Gayo Lues telah diterbitkan SK Pencabutannya melalui SK Bupati Gayo Luesdengan No. 544/167/2016
- Koperasi Serba Usaha Putra Jaya di Kabupaten Aceh Timurtelah diterbitkan SK Pencabutannya melalui SK Bupati Aceh Timurdengan No. 540/787.a/2016
- PTEra Pet Aron di Kabupaten Aceh Timur telah diterbitkan SK Pencabutannya melalui SK Bupati Aceh Timurdengan No. 540/787.b/2016
- PTParamuda Mitra Sejati di Kabupaten Aceh Timur telah diterbitkan SK Pencabutannya melalui SK Bupati Aceh Timurdengan No. 840/787.c/2016
- PTBina Nanggroe di Kabupaten Aceh Timur telah diterbitkan SK Pencabutannya melalui SK Bupati Aceh Timurdengan No. 540/787.d/2016
- Koperasi Serba Usaha Putra Jayadi Kabupaten Aceh Timurtelah diterbitkan SK Pencabutannya melalui SK Bupati Aceh Timurdengan No. 840/787.e/2016
- PT Pelita Nusa Mining di Kabupaten Aceh Barat telah diumumkan pencabutan IUP-nya oleh Kementrian ESDM dengan No. 226.Pm/04/DJB/2017tanggal 31 Januari 2017
- PT Makmur Inti Tambang di Kabupaten Aceh Besar telah diumumkan pencabutan IUP-nya oleh Kementrian ESDM dengan No. 226.Pm/04/DJB/2017tanggal 31 Januari 2017
- PTMountas Inti Tambang di Kabupaten Aceh Besar telah diumumkan pencabutan IUP-nya oleh Kementrian ESDM dengan No. 226.Pm/04/DJB/2017tanggal 31 Januari 2017
- PT Multi Mitra Rayadi Kabupaten Aceh Besar telah diumumkan pencabutan IUP-nya oleh Kementrian ESDM dengan No. 226.Pm/04/DJB/2017tanggal 31 Januari 2017
- PT Bumipersada Guna Wahana di Kabupaten Aceh Tamiangtelah diumumkan pencabutan IUP-nya oleh Kementrian ESDM dengan No. 226.Pm/04/DJB/2017tanggal 31 Januari 2017
- PT Fajaraya Eka Persada di Kabupaten Aceh Tamiang telah diumumkan pencabutan IUP-nya oleh Kementrian ESDM dengan No. 226.Pm/04/DJB/2017tanggal 31 Januari 2017
- PT Tambang Selaras Utama di Kabupaten Aceh Tamiang telah diumumkan pencabutan IUP-nya oleh Kementrian ESDM dengan No. 226.Pm/04/DJB/2017tanggal 31 Januari 2017
- PT Hoffmen International di Kabupaten Pidie Jaya telah diumumkan pencabutan IUP-nya oleh Kementrian ESDM dengan No. 226.Pm/04/DJB/2017tanggal 31 Januari 2017.
Laporan: Iam