KedaiPena.com – Greenpeace Indonesia menilai meningkatnya polusi udara di Indonesia, khususnya beberapa kota, tak lepas terjadinya krisis iklim yang melanda dunia.
Juru Kampanye dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu menyatakan salah satu dampak dari krisis iklim adalah terjadinya gelombang panas di berbagai belahan dunia, karena ada polutan yang membentuk layer di Bumi.
“Sehingga yang tadinya panasnya harusnya kembali ke atas, terjadilah efek rumah kaca. Ini terjadi karena polutannya ada lapisan sendiri. Ketika panas itu terjadi, di beberapa tempat seperti Jakarta meningkatkan reaksi kimia antara gas yang menjadi PM 2,5 yang kita sebut secondary pollutants,” kata Bondan, dikutip Minggu (17/9/2023).
Ia menyatakan seharusnya kondisi ini dapat diprediksi lebih cepat, karena terjadinya seperti siklus tahunan.
“Jadinya ini suatu lingkaran setan yang memang ketika kita membicarakan soal perubahan iklim, harusnya kita juga spesifik bicara soal polusi udara,” ucapnya.
Bondan menyebutkan polusi udara berasal dari pembakaran-pembakaran, salah satunya dari bahan bakar fosil. Indonesia sendiri merupakan negara dengan sumber emisi CO2 terbesar dari pembangkit listrik.
“Indonesia di peringkat ke-9 dan kita juga punya hitungan dari 31 Gigawatt PLTU yang kita punya emisinya itu setara dengan 40 juta mobil. Itu selalu bisa dilihat bahwa dunia global tahu bahwa ini menjadi salah satu concernn-nya, pembangunan pembangkit listrik batu bara,” ucapnya lagi.
Oleh karena itu, ia mengharapkan pemerintah dapat mendorong pengontrolan pembakaran bahan bakar fosil, salah satunya melalui merubah penggunaan PLTU batubara menjadi energi terbarukan.
“Kalau itu tidak jadi utama, kita masuk yang namanya climate boiling. Nah kita sudah waktunya menghentikan itu, kalau enggak kita akan terus bertambah dari yang kita harapkan, menambah 1,5 derajat celcius,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa