KedaiPena.Com– Greenpeace Indonesia menyesalkan tidak adanya komitmen yang komprehensif, jelas, dan terukur untuk mengatasi krisis iklim dari para calon wakil presiden atau cawapres dalam debat ke empat dengan tema pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa.
Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak memandang, para cawapres gagal mengidentifikasi penyebab utama krisis iklim, yaitu dalih fungsi lahan dan sektor energi dengan masifnya penggunaan batu bara. Leonard mengatakan debat semalam menunjukkan ekonomi ekstraktif masih menjadi watak dalam visi para pasangan capres-cawapres.
“Dari debat semalam, kita menyaksikan bahwa ekonomi ekstraktif masih menjadi watak dalam visi para pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Cawapres 2 Gibran Rakabuming Raka menggaungkan ekonomi ekstraktif lewat isu nikel dan hilirisasi, sedangkan cawapres 1 Muhaimin Iskandar dan cawapres 3 Mahfud Md juga tak tegas menyatakan komitmen mereka untuk keluar dari pola-pola yang sama,” ucap Leonard Simanjuntak, Senin,(22/1/2024).
Leonard menegaskan, watak ekonomi ekstraktif pemerintah selama ini telah memicu banyak masalah. Masalah tersebut, kata Leonard, mulai dari ketimpangan penguasaan dan pemanfaatan tanah yang sedianya melahirkan pelbagai konflik agraria dan lainnya.
“Merampas hak-hak masyarakat adat, masyarakat lokal, hingga masyarakat pesisir, merusak hutan dan lahan gambut, mencemari lingkungan membuat Indonesia menjadi salah satu negara emiter besar karena ketergantungan pada industri batu bara sekaligus memperparah krisis iklim,” beber Leonard.
![](https://assets.kedaipena.com/images/2022/08/D479495F-299F-432A-BBD5-7AD635AAF52B.jpeg)
Leonard mengingatkan, dalam isu reforma agraria, para cawapres tidak membahas penyelesaian konflik-konflik akibat proyek-proyek strategis nasional (PSN). Bahkan cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka dan 3 Mahfud MD hanya terbatas membahas rencana sertifikasi dan redistribusi lahan tanpa menyentuh akar masalah.
“Data Konsorsium Pembaruan Agraria mengungkap ada 42 konflik agraria akibat PSN pada 2023, melonjak eskalasinya dibanding tahun sebelumnya. Konflik ini meliputi 516.409 hektare lahan dan berdampak terhadap lebih dari 85 ribu keluarga,” pungkas Leonard.
Laporan: Muhammad Lutfi