KedaiPena.com – Kemenangan kembali diraih Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Kota dan Semesta (IBUKOTA) terhadap pemerintah setelah Mahkamah Agung (MA) menolak pengajuan kasasi dari Presiden Joko Widodo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar. Putusan MA ini diketok pada 13 November 2023 oleh Ketua Majelis Takdir Rahmadi, dengan Anggota Majelis Lucas Prakoso dan Panji Widagdo, serta panitera pengganti Arief Sapto Nugroho.
Perjalanan panjang ini dimulai saat Koalisi IBUKOTA melayangkan gugatan kepada pemerintah pada 4 Juli 2019. Setelah menjalani proses pengadilan yang panjang selama lebih dari dua tahun, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya memutuskan kemenangan kepada Koalisi IBUKOTA pada 16 September 2021. Namun, alih-alih menjalankan putusan pengadilan, para Tergugat, kecuali Gubernur DKI Jakarta, justru mengajukan banding pada 30 September 2021. Banding ini kemudian ditolak oleh Pengadilan Tinggi pada 17 Oktober 2022, menguatkan putusan pengadilan sebelumnya.
Akan tetapi, lagi-lagi pemerintah enggan menjalankan putusan pengadilan. Secara terpisah, Presiden Joko Widodo dan Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar memilih untuk mengajukan kasasi. Menteri LHK mengajukan kasasi pada 13 Januari 2023, sedangkan Presiden mengajukan kasasi pada 20 Januari 2023.
Dalam unggahan di laman Instagram, Greenpeace Indonesia menjelaskan alasan mengapa pemerintah harus bertanggung jawab atas permasalahan polusi udara Jakarta.
Disampaikan bahwa pengendalian polusi udara, tidak cukup hanya dilakukan oleh inisiatif individu warga dan solusi jangka pendek. Tapi harus melalui, kebijakan atau regulasi.
Pemerintah, sejatinya, diberi sangat kekuasaan oleh masyarakat untuk membuat kebijakan yang dapat melindungi kepentingan masyarakat banyak, salah satunya mengurangi polusi udara Jakarta yang berpotensi mempengaruhi tingkat kesehatan.
Fakta menunjukkan, penyumbang polusi udara Jakarta tidak hanya berasal dari sektor transportasi tapi juga dari sektor industri, konstruksi dan PLTU Batubara. Dan sektor-sektor tersebut harus ditekan emisinya melalui regulasi pemerintah.
Dalam unggahan tersebut, Greenpeace Indonesia menjelaskan bahwa gugatan yang disampaikan adalah meminta pemerintah untuk membuat kebijakan yang bisa mengendalikan polusi udara Jakarta, bukan meminta ganti rugi.
Masyarakat hanya meminta pemerintah mengerjakan tugas dan kewajibannya agar masyarakat mendapatkan haknya atas udara bersih.
Herannya, Presiden Joko Widodo dan jajaran menterinya malah sibuk ‘denial’ dengan melakukan banding serta kasasi, yang membuat masyarakat terus-menerus menghirup polusi udara Jakarta yang tidak sehat.
Greenpeace menegaskan bahwa dengan adanya kebijakan ini, tak hanya berdampak positif bagi seluruh masyarakat Jakarta tapi juga bagi anak dan keluarga mereka.
Adapun sanksi yang dijatuhkan atas gugatan memburuknya kualitas udara Jakarta adalah sebagai berikut:
Menghukum tergugat 1, Presiden Joko Widodo untuk menetapkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menghukum tergugat 2, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dalam melakukan inventarisasi emisi lintas batas provinsi.
Menghukum tergugat 3, Menteri Dalam Negeri untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap kinerja tergugat 5, Gubernur DKI dalam pengendalian pencemaran udara.
Menghukum tergugat 4, Menteri Kesehatan untuk melakukan penghitungan penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di Provinsi DKI Jakarta yang perlu dicapai sebagai dasar pertimbangan tergugat 5, Gubernur DKI dalam penyusunan strategi dan rencana aksipengendalian pencemaran udara.
Greenpeace Indonesia menekankan walaupun putusan MA sudah memiliki kekuatan hukum tetap, tapi tetap harus dikawal agar bisa dieksekusi segera dan pemerintah menjalankan kewajiban konstitusionalnya.
Ditekankan pula, bahwa gugatan ini ditujukan kepada pemegang jabatan Presiden Indonesia. Sehingga siapa pun Presiden terpilih pada Pilpres 2024, gugatan ini terus melekat hingga masalah polusi udara bisa diselesaikan.
Secara terpisah, salah seorang penggugat, Country Director Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak menyatakan dalam tahun terakhirnya ini, pemerintah perlu meninggalkan legacy konkret yaitu melakukan perubahan-perubahan kebijakan yang memihak masyarakat, yang selama ini menjadi korban polusi udara.
“Caranya, dengan menghormati dan melaksanakan putusan kasasi Mahkamah Agung. Legacy seperti ini jelas jauh lebih terhormat daripada mengusahakan keberlanjutan kekuasaan dengan cara-cara yang tidak pantas,” kata Leonard, dikutip Senin (27/11/2023).
Laporan: Tim Kedai Pena