KedaiPena.Com – ‘Team Leader Forest Campaigner Greenpeace’ Arie Rompas menilai ada sejumlah pasal pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) 39/2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Perhutani yang akan menganggu implementasi dari kebijakan tersebut.
Pasal tersebut, kata Arie, di antaranya terdapat pada pasal 8 dan pasal 21. Kedua pasal itu berpotensi menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat dalam mengimplementasikan program perhutanan sosial
“Soal pasal yang berpotensi merusak adalah pasal yang mengatur soal masuknya korporasi dalam sistem perhutanan sosial. Pasal ini akan menghambat keadilan distribusi pengelolaan hutan,” jelas dia saat berbincang dengan KedaiPena.Com, Rabu (18/10).
Selain itu, lanjut Arie, pasal tersebut juga tidak dengan sungguh-sungguh berniat untuk menjalankan perhutanan sosial bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan Perhutani.
“Satu hal yang paling penting bahwa, banyaknya konflik dengan masayrakat harus menjadi prioritas untuk diselesaikan,” imbuh dia.
Padahal, tegas Arie, permen tersebut harusnya bisa mengidentifikasi tentang fungsi dan penguasaan hutan (tenurial)Â di Jawa. Termasuk dalam pembatasan pengelolaan oleh korporasi dan bantuan modal bagi petani atau BUMDes. Ini harus adil dan dijamin oleh pemerintah.
“Sejatinya Perhutani itu model korporasi, penguasaan dan manajemennya adalah model korporasi. Seharusnya yang dipakai adalah model BUMDes,” jelas dia.
“Jadi bantuan teknis untuk pengembangan kapasitas dan permodalan itu untuk memperkuat BUMDes sebagai wadah masyarakat di level desa,” tandas dia.
Untuk diketahui, pada pasal 8 ayat 2, diatur soal bagi hasil dari keuntungan bersih Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) atas penjualan hasil budidaya.
Pembagian pokok hutan 30 persen untuk Perum Perhutani dan 70 persen untuk pemegang IPHPS berpotensi menarik keterlibatan korporasi pada pengimplementasian permen tersebut. Karena, bagi hasil yang cukup besar.
Selain itu, pada pasal 21 diatur legalitas pembiayaan untuk penyelenggaraan IPHPS. Pada pasal ini terdapat frasa pembiayaan bisa didapat dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat, sesuai dengan peraturan perundangan- undangan.
Laporan: Muhammad Hafidh