KedaiPena.Com – Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Golkar Adies Kadir menegaskan, bahwa alasan fraksinya menolak keberadaan pasal 31 ayat 1 dan 2 dalam Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim, karena tidak ingin jabatan Hakim/Hakim Agung menjadi jabatan politis.
“Kalau ditanya alasannya apa? kan saya sudah sampaikan, beberapa alasan, salah satunya hakim lebih mudah di intervensi dengan harapan setiap 5 tahun dapat di pilih kembali. Main ‘save’ saja dalam memutus perkara, yang penting bisa terpilih setiap periodesasinya,” ungkap dia saat dihubungi di Jakarta, Selasa (27/6).
Adies pun menjelaskan, dalam UUD 45 pasal 24 ayat 1: kekuasan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan sebuah peradilan. Dan ayat 2 : kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya serta Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kalau sudah jelas begini, masa kita mau nabrak konstitusi?, apakah masih mau buat hakim bekerja dengan tidak tenang memikirkan periodesasi saja?, dimana letak merdekanya?,” beber  dia.
Tidak hanya itu, Menurut Wakil Ketua MKD DPR ini, bila ada yang hakim melanggar etika, kehormatan, martabat dan perilaku negatif, serahkan saja ke Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasi sesuai dengan tupoksinya. 

Bukan malah menambah kegaduhan baru dengan mendorong KY agar bisa mengevaluasi (periodesasi) Hakim/Hakim Agung yang tidak baik kinerjanya.
“Hakim harus tetap independen dalam memutus perkara. Tapi tetap etika dan perilaku hakim perlu di awasi oleh KY dan Badan Pengawasan MA. Agar hakim gak keliaran ke karaoke, pijat, makan bareng klien dan pengacara, gampang di suap, kawin lagi, selingkuh, kena operasi tangkap tangan (OTT),” jelas dia.
“Ini yang perlu dijaga sebenarnya, perilaku hakim yang seperti ini. Jangan malah bikin hakim tambah susah dengan periodesasi. Di MA juga ada badan pengawasnya kok, belum lagi pengawasan dari masyarakat, sudah berlapis-lapis yang mengawasi,” pungkas Adies.
Laporan: Muhammad Hafidh