Artikel ini ditulis oleh Tulus Sugiharto, Pemerhati Sosial Politik.
Dear Gen Digital Native, mungkin loe tahu lagu ini, Go The Distance, yang di-cover by One Voice Children’s Choir dan dirilis awal 2023.
Lagu ini soundtrack dari film Hercules dan dinyanyikan pertama kali tahun 1997 oleh Michael Bolton.
Jujur versi yang sekarang bagus banget dan penontonnya sudah 3,7 juta orang.
Kalau dengar dan menyimak kata-kata dari lagu ini, semua yang dengar pasti punya atau mungkin jadi pahlawan dalam hidup.
Tapi ada kata-kata kuat dari Lirik lagu ini: I’ll be there someday, I can go the distance.
Memang suatu saat loe mau pergi jauh kemana? Untuk menentukan hidup loe? Apa perlu pergi jauh? I will find my way, if I can be strong.
Kira-kira, saya akan menemukan jalan (hidup) sendiri, jika saya bisa menjadi kuat. Ya sebenarnya enggak peduli sekarang loe apa, tapi dalam hidup harus menempuh jalan yang mendaki agar menjadi kuat. Menjadi kuat nggak bisa instant bestie, perlu proses.
Sambil denger lagu Go The Distance gue inget, abang gue, seorang mahasiswa di era tahun 70-an yang yang harusnya lulus cepat karena kuliah di ITB, masuknya sulit, bokek enggak punya duit banyak, maka cepat lulus dan kerja adalah yang seharusnya ditempuh.
Eh edunnya, dia malah pimpin gerakan pro-demokrasi dan akhirnya dia dan kawan-kawan harus mendekam di penjara selama 1,5 tahun tahun 1978.
Anehnya dia bilang, ini adalah pelengkap hidup selain kuliah. Bangga dia dipenjara karena bela rakyat dan demokrasi.
Ya bung RR memang kemudian Go the Distance, dia pergi ke Amerika kuliah di Boston, bertahan dengan hidup sederhana, bukan mencari hero, menghindari kenyataan karena dipenjara, dia pergi jauh dan bilang “And I’ll stay on track, no, I won’t accept defeat“.
Hero itu bakalan welcome, jika punya tekad yang kuat untuk membela kaumnya. Bang RR enggak tinggal di Amerika, bukan enggak bisa dapet kerja di sana, tapi emang panggilan hati membawanya harus balik ke Jakarta. Kalau dia tinggal disana itu artinya accept defeat.
By the way, di era Pak Harto sampai Jokowi ada yang gelarnya profesor atau doktor teriak-teriak soal demokrasi dan lain-lain, tapi anjir-lah teriak dari luar negeri, Australia tepatnya.
Abang gue, balik ke Indonesia enggak kerja di perusahaan besar, tidak jadi eksekutif hidup dengan gaya hedon.
Balik malah bikin lembaga kajian Econit dan tetap kritis, garang, pada pemerintah. Dia jadi leader yang pada 1997 memprediksi tahun berikutnya, 1998 pemerintah dalam bahaya dan bahkan akan jatuh.
Memang awalnya prediksi ini dibantah-bantah, bahkan dikatakan: Pak Harto itu kuat, didukung semua kalangan, rakyat, tentara, polisi, pengusaha semua dukung, enggak bakalan, enggak mungkin Pak Harto jatuh. Tetapi ternyata setahun kemudian Mei 1998.
Sekarang, dia warning yang sama, and para BuzzerRp bilang: bloon, sakit hati, enggak bermutu dan lain-lain.
Warning-nya tahun 1997 jadi kenyataan setahun kemudian. And now, warning itu kini bang RR hidupkan lagi. Ngapain dia hidupkan lagi warning itu?
Dengan lagu itu gue terngiang lirik: Go the Distance , like a shooting star, I will search the world, I will face its harms.
Dunia seperti apa yang diidamkan bang RR? Dunia dia adalah membawa rakyat Indonesia sejahtera dan makmur. Dia sempat bilang, kalau gue jadi Presiden, pertama tak turunkan dulu harga BBM dan listrik, genjot ekonomi rakyat, sejahterakan petani, nelayan dan lain-lain, baru kemudian kita bikin kebijakan lain.
Itu dunia yang dia cari, meski yang ada di depannya, I will face its harms, perjuangannya di depan mukanya adalah ancaman bahaya bagi hidupnya.
Dear Gen Native Digital, dia bukan sosok hero seperti Hercules, dia manusia yang hatinya luar biasa untuk bangun Indonesia, Rizal Ramli.
[***]