KedaiPena.Com – Pengerahan ribuan orang untuk melakukan unjuk rasa pada tanggal 4 November dianggap telah menimbulkan keresahan sosial di tengah masyarakat Indonesia.Â
Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) menilai demonstrasi tersebut adalah wujud dari demokrasi.
“Menurut kami aksi 4 November ini adalah hal yang biasa di negara demokrasi, sehingga masyarakat Indonesia tidak perlu meresponnya sebagai sesuatu yang berbahaya atau mengkhawatirkan,†ujar Ketua Umum PP GMKI, Sahat Martin Philip Sinurat dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (02/11).
Menurut pria yang akrab disapa Sahat, Polri tentunya akan melakukan setiap upaya dalam menjaga ketertiban pengunjuk rasa dengan mengedepankan pendekatan yang persuasif.Â
“Jika memang aksi demonstrasi itu adalah tuntutan hukum semata, pastinya tidak akan terjadi kerusuhan,†tutur Sahat.
Sahat meminta seluruh masyarakat Indonesia mempercayakan persoalan hukum ini sepenuhnya kepada penegak hukum, serta tidak terprovokasi dan mengaitkan dengan isu SARA.Â
Sesungguhnya masalah ini bisa diselesaikan lewat jalur hukum, sehingga masyarakat tidak perlu terpecah belah dan mengorbankan jati diri bangsa yang Bhineka.
PP GMKI menilai untuk tetap mempertahankan kebangsaan yang majemuk diperlukan niat yang baik dari setiap elemen bangsa. untuk itu PP GMKI merekomendasikan Nawa Sukarsa (Sembilan Niatan Baik) kepada Masyarakat, Pemerintah, dan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.‎
“Pertama, demonstrasi adalah bentuk pernyataan aspirasi yang merupakan hak warga negara dan dijamin oleh konstitusi. Sehingga demonstran bebas menyampaikan pendapat di muka umum dengan tetap menjaga hak-hak orang lain dan tidak terprovokasi,” kata dia lagi.‎
Kedua, persoalan hukum diselesaikan dengan segera tanpa terpengaruh tekanan dari siapapun, baik pemerintah, masyarakat, maupun kelompok yang berkepentingan.
“Ketiga, meminta Presiden sebagai Panglima tertinggi untuk segera melakukan inspeksi pasukan, senjata, alutsista, dan amunisi, agar tercipta suasana yang kondusif,” imbuhnya.‎
Keempat, Panglima TNI dan Kapolri harus segera melakukan pemantauan penuh terhadap setiap perwira tinggi dan satuan intelijen di tubuh masing-masing.
“Kelima, meminta Presiden sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan segera memberlakukan status siaga penuh terhadap pusat transaksi keuangan yang terjadi mulai dari 14 hari sebelum tanggal tanggal 14 Oktober 2016 hingga 14 hari setelah 4 November 2016 (baik tunai dan non tunai),” lanjutnya.‎
Keenam, sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, Presiden mempunyai tanggung jawab untuk membeberkan ke masyarakat apabila terjadi keanehan transaksi pada periodik tersebut.
“Ketujuh, meminta kepada Presiden untuk memerintahkan Komnas HAM agar segera membuka laporan kerusuhan dan pelanggaran HAM pada kurun waktu 1997-2002 kepada masyarakat Indonesia agar tidak terulang kembali konflik yang serupa.‎ Kedelapan, meminta Presiden Joko Widodo untuk menghimbau masyarakat agar tidak terprovokasi akan adanya kerusuhan SARA,Radikalisme, dan Separatis sehingga menimbulkan keresahan sosial,” jelas dia.
Terakhir, meminta Presiden untuk segera melakukan Rapat Kabinet Paripurna pada tanggal 4 November, serta tidak mengizinkan satupun anggota Kabinet untuk tidak hadir mulai dari Wakil Presiden, Menteri hingga kepala badan penyelenggara negara.
“Demikian Nawa Sukarsa ini disampaikan PP GMKI untuk dapat dilakukan sebagai wujud niatan baik untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara,” pungkas dia.
(Prw/Dom)‎