KedaiPena.Com – Konflik Rusia-Ukraina adalah konflik lanjutan paska bubarnya ideologi dan sistem politik komunis Rusia di bawah Perestroika Gorbachev. Kebijakan Gorbachev memicu disinterasi Uni Soviet yang berujung pada pemisahan 3 negara bagian utama USSR yakni Belarus, Rusia dan Ukraina.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI periode 2010-2014, Prof Ginandjar Kartasasmita mengatakan, setelah masing-masing menjadi negara merdeka, timbul ketegangan Rusia-Ukraina, terutama dalam soal aset dan infrastruktur militer Uni Soviet yang banyak terdapat di Ukraina. Begitupun soal etnis Rusia di Ukraina, dan isu Krimea (65,3% etnis Rusia).
“Agresi Rusia ke Ukraina adalah soal prinsip keanggotaan Ukraina dalam NATO, yang terbuka kemungkinannya setelah amandemen konstitusi Ukraina pada 2019. Rusia menganggap prospek keanggotaan Ukraina ke dalam NATO sebagai pelanggaran terhadap “garis merah” Rusia dan ancaman terhadap keamanan Rusia. Sementara sebagian negara-negara eks USSR juga sudah bergabung ke dalam NATO,” kata Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI periode 1999-2004 ini dalam Kuliah Umum Universitas Paramadina bertajuk “Security Dilemma dan Kepentingan Nasional Indonesia dan Asia (Belajar dari Kasus Rusia-Ukraina)”, Rabu (30/4/2022).
Perang Rusia-Ukraina saat ini adalah penyelesaian sengketa model Abad 20 yang ditandai dengan dua kali Perang Dunia serta beberapa perang besar Korea, Vietnam, Afghanistan dan lain-lain. Terdapat penyerangan satu negara ke negara lain dan meninmbulkan korban jutaan warga sipil baik meninggal ataupun mengungsi.
Padahal selama dua dasawarsa Abad 21 dunia telah semakin mengglobal baik hubungan antar negara, kehidupan individu dan sosial, ekonomi, politik telah disatukan oleh kemajuan teknologi digital dan komunikasi yang sangat pesat. Berbagai model bisnis dan kegiatan ekonomi keuangan terinteraksi mendunia dengan berbagi aplikasi internet, sosmed dan aneka gadget. Di dunia politik, perangkat teknologi membuka pintu datangnya era “demokrasi digital”.
“Demokrasi kembali ke arah demokrasi langsung seperti zaman Athena Yunani, namun saat ini demokrasi langsung difasilitasi oleh kemajuan perangkat teknologi komunikasi dan digital,” lanjutnya.
Kini, sambung Ginanjar, tidak ada lagi dua kutub ideologi yang berhadapan diametral, seperti pada era perang dingin. Rusia pun telah menjadi negara kapitalis. Sistem politik otoritarian tetapi sistem ekonomi kapitalis, sama seperti China. Konflik-konflik timur tengah, Laut China Selatan, Semenanjung Korea perang skala besar menjadi semakin dihindarkan, diganti oleh perang ekonomi, perang teknologi cyber war, sebagai bagian kehidupan sehari-hari.
“Maka invasi Rusia ke Ukraina adalah hal mengejutkan. Hal itu merupakan bagian dari “security dilemma” yang tidak lagi dapat membedakan tindakan ofensif dan defensif dalam melindungi keamaman dan kepentingan nasional masing-masing negara. Bagi Barat, agresi Rusia adalah langkah ofensif tapi bagi Rusia adalah langkah defensif terutama mencegah Ukraina melebur ke dalam NATO,” tandas dia.
Laporan: Hera Irawan