Artikel ini ditulis oleh Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik.
Jokowi lengser, itu sudah pasti. Tanggal 20 Oktober 2024 adalah batas akhir ajal kekuasaan Jokowi. Jokowi, telah gagal menunda Pemilu, telah gagal pula meminta 3 periode.
Bagaimana dengan Gibran putra Jokowi? Sama saja. Gibran wajib lengser, baik sebelum pelantikan maupun setelah pelantikan.
Sebelum pelantikan, Gibran harus lengser. Baik karena mengundurkan diri, atau karena pembatalan oleh MPR.
Setelah pelantikan, Gibran juga harus lengser. Baik karena dimakzulkan MPR, atau dilengserkan rakyat.
Gibran wajib lengser, baik karena tidak memenuhi syarat saat ditetapkan KPU menjadi Cawapres, atau tidak memenuhi syarat karena kasus fufufafa. Elit dan parpol tak perlu mempertahankan Gibran. Tidak ada ruginya bagi parpol dan elit, saat Gibran lengser.
Prabowo juga tak perlu pertahankan Gibran. Justru Gibran, menjadi beban Prabowo jika tetap dipertahankan.
Yang nangis dan gulung gulung paling cuma Jokowi & geng. Mereka, tidak perlu dipedulilan. Karena mereka bagian dari perusak bangsa.
Kalau Gibran tidak dilengserkan, benar-benar memalukan bangsa ini. 280 juta penduduk indonesia, rela dipimpin Gibran? Sungguh memalukan!
Gibran adalah replika Jokowi, sama-sama tukang bohong. Ijazahnya, juga sama-sama bermasalah. Menyerahkan kekuasaan ke Gibran, sama saja menambah parah masa depan Indonesia.
Dari sudut pandang apapun, Gibran tak layak. Entah apa yang merasuki para elit, hingga menyerahkan kekuasaan pada Gibran.
Rakyat tak bisa disalahkan. Karena rakyat, hakekatnya adalah korban.
Selama ini, desain kepemimpinan nasional ditentukan oleh elit. Rakyat, hanya diperlakukan seperti kerbau, yang digiring ke TPS untuk nyoblos pilihan yang disediakan elit & oligarki. Demokrasi memang menipu, menipu rakyat di negeri ini.
[***]