KedaiPena.Com – Pengamat politik Jeirry Sumapouw menilai, majunya putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka di Pilkada Solo dan menantu Jokowi Bobby Nasution di Pilkada Medan dinilai sebagai bagian dari dinasti politik yang makin kuat.
Ia mengambil contoh Amerika Serikat (AS). Di AS, kata Jerry, ada dinasti Kennedy, dinasti Bush. Tapi ketika Presiden Bush berkuasa, anaknya tidak dijadikan pemimpin setelahnya atau didistribusikan supaya anaknya menjadi pemimpin di daerah.
“Jadi dia melakukan kerja-kerja politik untuk branding tentang dirinya juga, artinya untuk dapat positioning di tingkat masyarakat sendiri, bukan nebeng dari bapaknya atau dari keluarganya,” terangnya kepada wartawan yang dikutip wartawan di Jakarta, Selasa (24/12/2019).
Kalau yang ada di Indonesia sekarang, terkesan aji mumpung. Padahal menurut dia, Indonesia punya problem serius tentang negara demokrasi.
“Apa juga misalnya kepentingan seorang Bobby yang masih sangat muda, seorang Gibran yang masih sangat muda untuk tampil menjadi kepala daerah sekarang? 10 tahun lagi dia bisa tuh, gitu loh,” bebernya.
Tapi, kata dia, kalau 10 tahun lagi sudah beda situasinya. Nah inilah, jelas Jerry, yang mau dimanfaatkan. Menurut Jeirry, jangan karena dia sukses dalam berbisnis lantas maju dalam pemilihan walikota.
“Kan ngurus kota Solo ini ga bisa sama dengan ngurus bisnis martabak gitu loh. Kita bukan mengatakan bahwa yang muda gak mampu ya, tapi menurut saya yang begini-begini itu harus kita beri perhatian, tidak boleh terlalu gampang,” imbuhnya.
Sementara itu, Jeiry mengatakan, setidaknya, ada empat hal yang menandakan menguatnya oligarki.
Pertama, maraknya politik uang. Persoalan ini, baik di pilkada maupun pemilu, belum juga dapat dituntaskan.
Kedua, adanya politik dinasti yang dikuasi elit. Ketiga, makin banyaknya calon kepala daerah tunggal, dan terakhir makin sedikitnya calon perseorangan.
“Empat hal ini menurut saya memperlihatkan memang oligarki itu akan makin kuat, karena jabatan dan demokrasi sebagai wacana-wacana kita itu dikuasai oleh para elit,” ujar Jerry.
“Dan elit lah semua yang menentukan hajat hidup demokrasi kita, hajat hidup pemilu kita, dan hajat hidup orang-orangnya,” lanjutnya.
Untuk menekan sistem oligarki ini, kata Jerry, pemilik hak suara di Pilkada maupun Pemilu harus dikuatkan. Supaya, mereka benar-benar menggunakan hak pilihya untuk calon yang tepat.
“Jadi agenda pendidikan politik memang agenda penting yang kita harus mulai pikirkan dan lakukan di 2020, karena kalau tidak memang problem-problem tadi itu akan semakin kuat,” kata Jerry.
Untuk diketahui, pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 akan digelar di 270 wilayah di Indonesia. Jumlah itu meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Adapun hari pemungutan suara Pilkada jatuh pada 23 September tahun depan.
Laporan: Muhammad Hafidh