Artikel ini ditulis oleh Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies).
Debat keempat capres-cawapres, atau debat kedua cawapres, 21/1/24. Pada sesi tanya jawab antar peserta debat, Gibran bertanya kepada Mahfud, “Bagaimana cara mengatasi “greenfesyen?”. Pertanyaannya singkat, tanpa penjelasan lebih lanjut.
Gibran berpendapat tidak perlu menjelaskan apa yang dimaksud dengan ‘greenfesyen’, karena Mahfud seorang profesor.
Tentu saja, pendapat seperti itu sangat picik, menunjukkan bahwa dia tidak mengerti apa arti profesor. Mungkin dia kira profesor adalah maha tahu, seperti dewa.
Padahal moderator sebelumnya sudah mengingatkan tata cara debat. Singkatan atau terminologi, wajib dijelaskan agar pertanyaan menjadi jelas dan dimengerti oleh pihak lainnya.
Tetapi, aturan debat tersebut sengaja dilanggar. Tidak salah, Cak Imin mengatakan Gibran berdebat tanpa etika.
Kembali ke ‘greenfesyen’. Ternyata maksud Gibran adalah greenflation. Memang pengucapan Gibran kurang jelas. Terdengar seperti ‘greenfesyen’. Karena itu, terminologi wajib dijelaskan agar yang ditanya mengerti, bahwa yang dimaksud adalah green inflation. Tidak perlu mengajukan pertanyaan tanpa etika.
Setiap pertanyaan yang baik, harus didahului dengan penjelasan dan latar belakang dari pertanyaan tersebut. Gibran seharusnya menjelaskan terlebih dahulu, apa yang dimaksud greenflation, dan kenapa terjadi, greenflation. Setelah itu, baru bertanya, bagaimana cara mengatasinya.
Bukan ujuk-ujuk bertanya singkat: bagaimana cara mengatasi ‘greenfesyen’. Dalam konteks apapun, pertanyaan singkat seperti ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pertanyaan yang baik secara akademik. Juga tidak cukup hanya menjelaskan arti terjemahannya saja: greenflation adalah inflasi hijau.
Mahfud dengan sabar dan serius kemudian menjelaskan, greenflation terkait dengan green economy, atau ekonomi hijau, atau ekonomi sirkuler yang berbiaya tinggi sehingga menyebabkan inflasi. Cara mengatasinya, fokus pada kebijakan (untuk mengatasi permasalahan biaya tinggi tersebut).
Gibran, dengan cara yang tidak elegan, tidak pantas, terkesan “kampungan”, mencoba membantah jawaban Mahfud.
Tetapi, sekali lagi, Gibran tidak menjelaskan sama sekali apa greenflation, dan bagaimana cara mengatasi greenflation.
Gibran hanya memberi contoh demo rompi kuning (yellow vests protest movement) di Perancis (yang dimulai sejak Oktober 2018).
“Bahaya sekali, sudah memakan korban. Ini harus kita antisipasi agar jangan sampai terjadi di Indonesia.”
“Negara maju saja masih banyak tantangan. Intinya, transisi menuju energi hijau harus dilakukan super hati-hati. Jangan sampai R&D dan proses transisi yang mahal ini dibebankan kepada masyarakat.”
Penjelasan Gibran ini cukup ngawur.
Pertama, penyebab utama protes atau demo jaket kuning 2018 tidak ada hubungannya dengan green energy atau green inflation. Tetapi lebih disebabkan karena kenaikan harga minyak mentah dunia, kenaikan harga BBM, kenaikan pajak BBM fosil (green tax), pengetatan anggaran pemerintah, penghapusan pajak kekayaan, konflik antar kelas, dan protes melawan neoliberalisme.
Kenaikan harga BBM, ditambah kenaikan pajak BBM, membuat ekonomi kelompok masyarakat bawah bertambah susah. Porsi pengeluaran untuk BBM mencapai lebih dari 15 persen dari total pengeluaran.
Maka itu terjadi protes. Masyarakat menuntut kenaikan upah minimum, penghapusan pajak BBM, dan moratorium kenaikan harga BBM.
Artinya, demo rompi kuning bukan dipicu oleh, dan tidak ada hubungannya dengan, green inflation (greenflation), melainkan karena kebijakan ekonomi dan pajak yang memberatkan masyarakat kelompok bawah.
Dengan kata lain, demo yellow vests adalah demo melawan ketidakadilan ekonomi.
Oleh karena itu, penjelasan Gibran tentang demo rompi kuning akibat green inflation bukan saja super ngawur, tetapi juga membodohi publik se Indonesia.
Demo rompi kuning yang berawal dari Perancis, kemudian meluas ke seluruh dunia, dilakukan secara bergelombang, dan berlangsung lebih dari 5 tahun.
Kenapa protes tersebut bisa bertahan begitu lama? Karena protes rompi kuning pada intinya dapat dilihat sebagai sebuah pertempuran, yaitu antara environmentalists melawan industrialists.
Kedua, green inflation adalah konsekuensi dari inisiatif global menuju net-zero emission, untuk menahan pemanasan global tidak lebih dari 1,5 derajat celcius, sesuai Perjanjian Paris. Green inflation adalah istilah inflasi yang dipicu oleh transisi energi dari fosil ke renewable, karena biaya investasi untuk green technology jauh lebih mahal dari teknologi fosil, karena harga bahan baku untuk produksi energi hijau akhir-akhir ini meningkat tajam, dipicu oleh supply yang relatif sangat terbatas dibandingkan permintaan: memicu inflasi.
Bagaimana cara mengatasi greenflation? Semoga Gibran bisa menjawabnya.
[***]