KedaiPena.Com – Tarik ulur rotasi mutasi jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Tangerang Selatan, dinilai unsur politik lebih mendominasi, dibandingkan mengedepankan kebutuhan profesionalitas dan penempatan secara bagus dari jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) nya sendiri.
Demikian dikatakan Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin, saat dikonfirmasi Kedaipena.com, Senin, (6/12/2021).
Ujang Komarudin menyatakan, tarik ulur rotasi pejabat di Tangerang Selatan (Tangsel), menjadi bukti ketidakprofesionalan Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhadap kebutuhan pelayanan kepada masyarakat.
“Mestinya kalau sudah bersama-sama, satu paket pasangan, mestinya bisa dikompromikan antara Wali Kota dan Wakil Wali Kota,” ujarnya.
“Saya melihat tarik-menarik politiknya lebih tinggi, dari pada kebutuhan profesionalitas dan penempatan secara bagus dari jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) tersebut. Bisa dianggap ketidakprofesionalan terhadap kebutuhan pelayanan kepada masyarakat,” paparnya.
Menanggapi informasi jatah Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie hanya 25 persen dalam pengisian pejabat, Ujang berpendapat hal itu (25 persen), merupakan hal yang wajar. Pasalnya, kata Ujang, saat pencalonan sebagai kepala daerah, Benyamin Davnie tidak memiliki kekuasaan dan kekuatan, sebagai calon Wali Kota Tangsel kala itu.
“Saya melihat ketika berpasangan, seperti kita tahu Benyamin Davnie itu kan tidak punya banyak kekuasaan. Tidak punya partai. Ibaratnya dijepit gitu loh. Dia (Benyamin Davnie) butuh kepada incumbent, kepada Airin Rachmi Diany (mantan Wali Kota). Tapi, di waktu yang sama Wakil Wali Kotanya juga keponakan Airin,” jelasnya.
“Artinya wajar, jika tadi ada data terkait ‘jatah’ (Benyamin Davnie) kebagian 25 persen. Artinya, 75 persen bisa jadi bagiannya orang orang yang punya jasa besar terkait dengan itu (kemenangan Pilkada). Bisa jadi jatah mantan Wali Kota, mungkin ya, saya katakan dan sebagainya,” tandasnya.
Laporan : Sulistyawan