Artikel ini ditulis oleh Arief Gunawan, Pemerhati Sejarah.
SUATU hari di Weltevreeden, Batavia, Raden Mas Dwijosewojo bertanya kepada Soetomo tentang bagaimana cara memimpin rapat dan tugas seorang sekretaris.
Kedua tokoh ini adalah mahasiswa kedokteran STOVIA yang belum lama mendirikan organisasi pergerakan Budi Utomo, pada Mei 1908.
Waktu itu para mahasiswa yang menjadi pengurus organisasi ini umumnya belum memiliki gambaran yang jelas mengenai tugas-tugas mereka di organisasi.
Meski Budi Utomo mereka dirikan dengan landasan organisasi modern dan tata cara Barat, namun ini merupakan hal yang sama sekali baru bagi mereka, yang umumnya belum pernah menjalankan organisasi dengan misi membangun kesadaran sosial dan politik bumiputera ketika itu.
Selain umumnya pula mereka adalah para priyayi yang cenderung berpikir tradisional.
Namun demikian, Budi Utomo merupakan organisasi kesadaran nasional yang murni lahir dari ide dan pemikiran intelektual para mahasiswa yang didorong oleh gagasan Wahidin Sudirohusodo.
Sarekat Dagang Islam yang didirikan 1905 oleh Haji Samanhudi di Kota Solo juga murni lahir dari cita-cita ideal.
Yaitu membangun kesejahteraan bumiputera yang diprakarsai oleh para pedagang batik.
Mula-mula ia adalah organisasi perkumpulan ronda, bernama Rekso Roemekso, yang bertujuan mengamankan perkampungan para pembatik dari pencurian-pencurian batik pada malam hari.
Perkelahian-perkelahian kala itu kerap terjadi di antara para anggota Rekso Roemekso dengan orang-orang Tionghoa yang tergabung di dalam organisasi Kong Sing, dengan motif persaingan dagang.
Hal ini kemudian mengundang penyelidikan polisi mengenai status hukum Rekso Roemekso.
Pada masa itu setiap perkumpulan tanpa status hukum dapat dibubarkan atas perintah Residen berdasarkan undang-undang kolonial.
Rekso Roemekso dari Sarekat Dagang Islam akhirnya menjelma menjadi Sarekat Islam pada 1912. Sebuah organisasi bumiputera yang ketika itu paling ditakuti oleh pemerintah kolonial Belanda.
Demikianlah elan zaman pada masa itu. Umumnya organisasi-organisasi yang membawa misi kebangkitan nasional dan perjuangan kemerdekaan memang murni lahir dari ide dan pemikiran intelektual.
Kisah-kisah mengenai periode kebangkitan ini telah digambarkan oleh sejarawan Takashi Shiraishi di dalam bukunya yang sangat berharga, Zaman Bergerak, Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, dan juga oleh sejarawan Akira Nagazumi melalui Bangkitnya Nasionalisme Indonesia, Budi Utomo 1908-1918.
Dalam konteks hari ini tokoh nasional Dr Rizal Ramli juga menyampaikan apresiasi yang tinggi terhadap gerakan yang bersifat murni yang lahir dari ide dan pemikiran intelektual, tanpa adanya campur tangan pihak lain.
Gerakan ini, menurutnya, telah diperlihatkan oleh para mahasiswa di berbagai daerah dalam aksi-aksi damai dan tertib yang berlangsung belakangan ini dalam memprotes berbagai kebijakan pemerintah yang dirasakan tidak adil.
Aksi-aksi para mahasiswa ini, lanjutnya, telah mendapatkan tempat di hati rakyat yang memang menginginkan perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik.
Seperti halnya Budi Utomo gerakan mahasiswa saat ini yang dilandasi oleh itikad yang murni berdasarkan ide dan pemikiran intelektual juga membawa misi membangunkan kesadaran rakyat.
Kali ini adalah terhadap situasi berbangsa dan bernegara yang kian dibawa melenceng jauh oleh pemerintah Jokowi dari tujuan dan cita-cita kemerdekaan.
[***]