KedaiPena.Com – Danau Toba merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada masyarakat yang bermukim di kawasan tersebut.Â
Anugerah Tuhan tersebut dapat pula dirasakan oleh masyarakat lain baik masyarakat Sumatera Utara, Indonesia, maupun dunia.Â
Tuhan sudah memberikan tanah yang subur, air yang bersih, dan alam yang indah untuk Kawasan Danau Toba (KDT).Â
Kawasan inilah didiami oleh masyarakat Batak dan menjadi tanah asal-usul suku/etnik Batak yang sering disebut Bangso Batak.Â
Masyarakat Batak hidup selaras dengan alam lingkungan yang disediakan Tuhan melalui Danau Toba.Â
Namun dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan zaman ditandai dengan globalisasi menjadi awal dari perubahan perilaku masyarakat terhadap Danau Toba. Â Â
Kini air Danau Toba tidak lagi jernih, tidak bisa diminum sebagaimana cerita masyarakat decade 1990-an, kualitas lingkungannya kurang baik karena kerusakan hutan, munculnya individualisme berlebihan, nilai-nilai budaya Batak mulai luntur, dan banyak persoalan lain di KDT.
Karena itu, muncullah gerakan yang diberi nama Gerakan Cinta Danau Toba (GCDT) yang sudah dilaksanakan pada 2015 lalu. GCDT ini merupakan gerakan yang diinisiasi oleh Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) dalam rangka membangun kesadaran dan semangat kebersamaan, yaitu: semangat mencintai Danau Toba.Â
Dengan adanya kecintaan terhadap Kawasan Danau Toba, maka muncul semangat yang lebih konkrit, yaitu: kepedulian dan tindakan nyata bagi Danau Toba, kawasan hutannya, dan masyarakat di sekitarnya. Â
Tahun ini YPDT kembali menggelar GCDT yang diberi nama GCDT II 2016 pada 27-30 Desember 2016 dengan mengangkat Motto dan Tema: Motto: Bangkit, Bersatu, dan Bergerak Menjadi Berkat. Tema: Meneguhkan Komitmen Kepedulian Pada Lingkungan, Kemanusiaan, dan Peradaban di Kawasan Danau Toba.Â
 Gerakan ini lebih menukik tajam menjawab persoalan di Kawasan Danau Toba (KDT), mengangkat kembali potensi dan kearifan lokal masyarakat.Â
Berbagai kegiatan sudah ditetapkan, antara lain: karnaval seni, budaya, dan kreativitas, festival kuliner, pagelaran ulos, kegiatan sosial bergotong-royong membersihkan lingkungan dan pelestarian alam melalui pembagian bibit pohon dan ikan, jelajah wisata, berbagai aktivitas bagi generasi muda Batak (anak-anak, remaja, dan pemuda), dan sekaligus Perayaan Natal dan Penyalaan Obor sebagai simbol terang bagi masa depan KDT.Â
YPDT menyadari bahwa generasi muda adalah generasi penerus yang diharapkan dapat memulihkan dan melestarikan lingkungan hidup di KDT. Karena itu, YPDT akan mempersiapkan generasi muda menjadi pemimpin dan pelopor pencinta Danau Toba demi masa depan mereka.Â
GCDT II 2016 akan melibatkan berbagai pihak mewujudkan Kawasan Danau Toba yang lebih baik dengan menggemakan semangat Gerakan Cinta Danau Toba dan kemandirian masyarakat serta terciptanya kerjasama antara masyarakat yang tinggal di dalam maupun di luar Kawasan Danau Toba.Â
Gerakan Cinta Danau Toba adalah gerakan untuk mencintai Danau Toba. Cinta merupakan simbol pengorbanan sekaligus pengharapan. Dengan adanya kecintaan terhadap Kawasan Danau Toba, maka akan memunculkan semangat rela berkorban dan memiliki pengharapan dengan melakukan aksi kepedulian dan tindakan nyata bagi Kawasan Danau Toba.Â
Kepedulian bersama dan tindakan nyata masyarakat terhadap kawasan Danau Toba akan mengarahkan seluruh elemen masyarakat dan pemerintah untuk mengembalikan Danau Toba sebagai Tao na Uli, Aek na Tio, Mual Hangoluan (Danau yang Indah, Air yang jernih, dan Sumber Air KehiDupan) dan mewujudkan visi YPDT “Kawasan Danau Toba menjadi Kota Berkat di Atas Bukitâ€.Â
YPDT hendak mengajak seluruh pihak, khususnya masyarakat di KDT ikut berpartisipasi membangun bersama KDT. Potensi tanah yang subur, budaya Batak yang dilestarikan, hutan yang dikelola dengan benar, dan pengelolaan air Danau Toba yang menjaga kebersihan dan kejernihan airnya menjadi potensi yang dahsyat bagi pariwisata di KDT.Â
Terkelolanya pariwisata di KDT tentu akan meningkatkan perekonomian masyarakat lokal. Memperkuat masyarakat dengan pemahaman yang baik dan benar tentang pengelolaan tanah, hutan, dan danau adalah hal yang dibutuhkan masyarakat di KDT.Â
Satu hal yang dapat dilakukan YPDT adalah mengajak partisipasi secara khusus masyarakat lokal dan secara umum bangsa Indonesia melalui Gerakan Cinta Danau Toba. Gerakan tersebut setiap tahun menjadi agenda rutin YPDT dan masyarakat lokal di KDT untuk mewujudkan visi: “Kota Berkat di Atas Bukit.†Berikut Agenda Acara GCDT II 2016: Karnaval Kreasi Seni dan Budaya (27 Desember 2016).Â
Festival Kuliner (27 Desember 2016). Pagelaran Ulos (27 Desember 2016). Permainan Tradisional (27 Desember 2016). Pertandingan Bola Voli, Perlombaan Lari, dan Perlombaan Solu (28 Desember 2016). Lomba Renang (Marlange) di Danau Toba (28 Desember 2016). Aktivitas Anak-anak (28 dan 30 Desember 2016). Jelajah Wisata (29 Desember 2016).
Gotong-Royong membersihkan lingkungan (29 Desember 2016, di masing-masing desa). Pesta Rondang Bintang (29 dan 30 Desember 2016). Dialog dari Hati ke Hati (30 Desember 2016). Perayaan Natal dan Penyalaan Obor (30 Desember 2016, di lapangan HKBP Silalahi Nabolak). Penyelenggaraan GCDT II 2016 di Silalahi, Paropo, dan Tongging (Sipartogi).Â
Penetapan lokasi ini karena keindahan alam yang sangat luas (Silalahi na Bolak), namun masih belum diperhatikan. Masyarakat di Sipartogi menjulukinya “Tao Silalahi na bolak na so hahabangan lali†(Danau Silalahi yang luas tak teterbangi burung elang) dan pantai yang indah, keunikan budaya si Tolu Huta, warisan ompu Raja Silahi Sabungan, Horja Bius, Gondang Tolu puluh tolu.
Ulos 14 ragam yang tidak ditemukan di tempat lain yang bukan asalnya, bahasa dan dialeknya dipengaruhi bahasa Simalungun, Karo, dan Pakpak, dan juga memiliki situs sarat nilai-nilai budaya dan sejarah (Tugu/makam Raja Silahi Sabungan yang diresmikan sejak 1981 dan dirayakan setiap tahun oleh delapan keturunan secara bergilir yang menjadi tradisi bagi keturunannya.
Batu Pengadilan (Batu na Gadap dan Batu na Jonjong), pancuran permandian suci (maranggir di aek lasabunga), batu pertenunan Boru Deang na Mora, pancuran air pelepas dahaga (aek si pahulak hosa), pemandian aek na uli basa, pancuran na pitu (aek pokki), dan pancuran air batu (pacur aek batu).Â
‎
Laporan: Muhammad Hafidh