KedaiPena.Com – Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan DPP PKS Almuzzammil Yusuf merespons terkait isu pelarangan aksi #2019GantiPresiden. Ia menilai seharusnya aksi #2019GantiPresiden mendapatkan peluang yang sama seperti aksi tagar #Jokowi2Periode.
Almuzzammil membaca di media massa daring Rabu 8 Agustus 2018 lalu telah terselenggara deklarasi dukungan Jokowi 2 Periode di Sabang, Merauke, Miangas dan Rote berjalan secara aman, damai, dan tidak ada gangguan dari siapapun.
“Seharusnya peluang dan hal yang sama kita berikan kepada penyelenggaraan tagar #2019GantiPresiden di manapun di bumi Indonesia terselenggara secara aman dan damai tanpa gangguan dari siapapun, dijaga aparat keamanan,” kata dia di Jakarta pada ditulis Selasa (28/8/2018).
“Inilah bentuk ekspresi dari persamaan di mata hukum atau ‘equality before the law’. Prinsip di negara hukum yang kita anut dalam konstitusi kita, bahwa Indonesia adalah negara hukum pasal 1 ayat 3,” kata Anggota DPR RI ini.
Almuzzammil meminta agar masyarakat Indonesia menjaga kondusivitas menjelang pemilihan presiden maupun pemilihan anggota legislatif 2019 mendatang. “Kita pilih pemimpin terbaik, kita hargai perbedaan, kita jaga persatuan, kita tegakkan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil,” pungkas dia.
Sementara itu, Direktur Ekskutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan hal berbeda. Kata dia, gerakan #2019GantiPresiden jika dilakukan dengan mobilisasi massa, rawan menimbulkan konflik vertikal dan horizontal.
Memobilisasi massa secara besar-besaran mengandung resiko bentrokan antar kelompok masyarakat. Apalagi, narasi #2019GantiPresiden mengandung kontradiksi, yaitu ada yang pro dan kontra. Ada yang setuju dan ada yang tidak setuju dengan gerakan tersebut.
Peneliti senior IPI ini mengungkapkan, #2019GantiPresiden semula hanya menjadi wacana di media sosial dan menjadi bahan diskusi di program ‘talkshow’ maupun di ruang-ruang diskusi wajar. Tapi bila kemudian berkembang menjadi aksi turun ke jalan itu yan jadi masalah.
“Jika #2019GantiPresiden masih dalam batas wacana diskusi tidak menjadi persoalan serius. Hal itu masih bisa diterima dalam logika demokrasi. Sehingga pada batas ini bolehlah pihak yang menggerakkan dan yang pro hashtag 2019 Ganti Presiden berdalih atas nama kebebasan berpendapat,” jelas Karyono.
“Tetapi, jika sudah masuk ke ranah aksi terbuka dengan memobilisasi massa dalam jumlah besar, tentu berpotensi menimbulkan konflik. Apalagi saat ini sudah memasuki tahapan pemilu 2019,” tegas Karyono.
Terpisah, Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman miris melihat sikap Polri yang menyatakan aksi deklarasi #2019GantiPresiden di berbagai tempat di Indonesia berpotensi mengganggu ketertiban umum. Sohibul menilai sikap itu adalah improvisasi ‘middle leader’ di kalangan Polri dan kesalahan menerjemahkan perintah pimpinan.
“Menurut saya logika-logika itu hanya improvisasi ‘middle leader’ di kalangan Polri. Itu cermin kesulitan mereka menerjemahkan perintah pimpinan. Jika itu benar berarti kita sedang mengarungi demokrasi tanpa logika publik yang sehat. Ini pertaruhan fatal berbangsa dan bernegara. Sangat miris,” kata Sohibul.
Polri, dinilai Sohibul, berasal dari rakyat dan hadir menjadi pengayom rakyat. Polri bersenyawa dengan rakyat, mestinya logika Polri tidak beda dengan logika rakyat. Ketika ada dua logika rakyat yang bertentangan Polri mesti ambil jarak, lalu mengelola keduanya secara proporsional. Polri akan tetap menjadi milik seluruh rakyat.
“Tagar #2019GantiPresiden dan #2019JokowiLanjut menurutnya adalah dua logika yang bertentangan tapi sah disuarakan dan disebarkan jelang pilpres 2019. Pilpres menjadi ajang pengujian petahana, apakah layak dilanjutkan jika dipilih oleh lebih dari 50 persen atau harus diganti jika sebaliknya. Jika ada yang dilarang buat apa Pilpres?” kata dia, mempertanyakan.
“Logika-logika tersebut sebetulnya, menurut dia, sederhana dan mudah dipahami oleh siapapun, apalagi aparat. Tapi menjadi jelimet ketika dicampur aduk dengan logika kepentingan di luar maslahat publik. Institusi Polri dan maslahat publik itu lebih esensial, sementara penguasa selalu berganti. Semoga yang esensial tidak dikorbankan,” kata dia.
Laporan: Muhammad Hafidh