KedaiPena.Com – Gempa bumi terus melanda Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Kekuatannya masih besar, berkisar antara 5 SR hingga 7 SR. Desakan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera menetapkan gempa Lombok sebagai bencana nasional terus berdatangan.
Tak hanya dari kalangan elit politik, desakan agar bencana gempa Lombok ditetapkan sebagai bencana nasional juga datang dari sebuah petisi yang dibuat oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (Kammi) di laman Change.org.
Petisi yang diberi judul ‘Presiden Harus Jadikan Status Bencana Nasional Di Lombok’ ini sudah ditandatangani oleh sekitar 4.500 masyarakat. Padahal, petisi ini baru diunggah belum sampai satu hari di Change.org.
Banyaknya desakan agar gempa Lombok ditetapkan sebagai bencana nasional, sepertinya tidak terlalu dihiraukan oleh pemerintah pusat.
Pasalnya, pemerintah pusat melalui Istana Kepresidenan mengakui, sektor pariwisata menjadi salah satu faktor pertimbangan pemerintah tidak menetapkan gempa Lombok menjadi bencana nasional.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan Indonesia akan mengalami kerugian sangat besar apabila bencana alam di Lombok dinyatakan sebagai bencana nasional.
“Kalau kami menyatakan bencana nasional berarti bencana itu seluruh nasional, dan menjadikan travel warning. Bukan hanya ke Lombok tapi bisa ke Bali dampaknya, dan luar biasa, yang biasanya tidak diketahui oleh publik. Begitu dinyatakan bencana nasional maka seluruh Pulau Lombok akan tertutup untuk wisatawan dan itu kerugiannya lebih banyak,†ujar Pramono.
Hal tersebut turut diamini oleh Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Bagi Luhut, bencana letusan Gunung Agung di Bali menjadi salah satu contoh tak perlu menetapkan status bencana nasional.
“Pengalaman kami waktu di Bali, begitu dibilang bencana nasional, (pariwisata) langsung (turun) lari. Padahal ‘treatment’-nya sama aja,” ucapnya.
Namun demikian, eks Menko Polhukam ini menyatakan pemerintah pusat akan tetap membantu pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota dalam menanggulanggi bencana alam di Lombok seperti menangani bencana nasional.
Selain desakan dari Change.org desakan agar sejumlah pihak kepada Jokowi untuk segera menyatakan gempa Lombok menjadi bencana nasional datang dari kalangan oposisi.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan politikus Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean berpendapat tak ada lagi alasan bagi Jokowi menunda penetapan status bencana nasional untuk gempa Lombok.
Sementara itu, Ketua MPR Zulkifli Hasan juga mengungkapkan hal yang sama. Bahkan Zulhas, begitu ia disapa, mengaku aneh dengan pernyataan pemerintah yang masih memikirkan untung-rugi soal gempa.
“Saya bilang ini bencana alam kok masih hitung untung-rugi. Menurut saya, bencana ini sudah nasional, sehingga bantuan itu akan cepat dari pusat, namanya Basarnas tapi tentu pemerintah yang punya tanggung jawab besar,” ujar Zulkifli.
Sedianya penetapan status bencana nasional di suatu daerah dapat merujuk pada Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanganan bencana. Terdapat lima variabel bagaimana sebuah bencana bisa dinaikkan menjadi status bencana nasional.
Pertama jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
UU ini mengatur penetapan status darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan skala bencana. Penetapan skala nasional dilakukan oleh presiden, skala provinsi dilakukan oleh gubernur, dan skala kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota.
Atas alasan Undang- undang tersebutlah maka banyak pihak yang meminta pemerintah untuk segera menetapkan gempa Lombok sebagai status bencana nasional.
Pengamat Hukum dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Aliyth Prakarsa berpendapat, bahwa belum ditetapkannya gempa Lombok sebagai bencana nasional lantaran pemerintah mempunyai cara pandang yang berbeda dengan masyarakat awam pada umumnya.
Sebagai pemangku kebijakan, kata dia, pemerintah tentunya harusnya memandang segala sesuatunya secara holistik. Terlebih lagi, terkait dengan penetapan gempa Lombok sebagai sebuah bencana nasional.
“Pemerintah memandang semua persoalan dari berbagai sudut pandang. Kita mungkin sebagai warga negara melihat persoalan di gempa Lombok lebih kepada empati. Sehingga kurang begitu paham dengan persoalan yang lain,†ujar dia saat dihubungi oleh KedaiPena.Com, Selasa (21/8/2018).
Dia pun menuturkan, bahwa sedianya pemerintah sebenarnya sedang menjalankan amanat dari Undang-undang No 24 Tahun 2007 tentang penenangan bencana.
“Saya kira patokan awal yang ditetapkan oleh Undang-undang Bencana untuk menetapkan sebuah daerah bencana menjadi bencana nasional adalah ketika daerahnya tidak sanggup mengurus daerahnya sendiri. Semacam lumpuh dan tidak bisa melalukan aktivitas administratif,†ujar dia.
Khusus di Lombok sendiri, menurut dia, pemerintah daerah NTB terlihat masih sanggup menjalankan roda-roda administrasi, sehingga pada akhirnya pemerintah pusat merasa tidak perlu meningkatkan status tersebut.
“Jadi kalau memaksa untuk menetapkan sebagai status bencana nasional bisa jadi malah menghilangkan amanat undang-undang tersebut. Sekalipun memang untuk syarat dari pasal di Undang – undang tersebut memang memasukkan unsur-unsurnya,†kata dia.
Namun demikian, secara pribadi, dirinya mengaku kecewa dengan pernyataan pihak Istana yang menyebut bahwa jika gempa Lombok ditetapkan sebagai bencana nasional, maka akan merugikan devisa negara. Pernyataan tersebut tidak ada kaitannya dengan amanat Undang-undang Kebencanaan.
“Meskipun pemerintah pasti memastikan segera sesuatunya dengan holistik. Namun, secara pribadi perkataan tersebut sangat tidak sensitif, karena ini bukan persoalan untung dan rugi. Ada hal yang lebih penting dari itu. Ada asas kemanusiaan,†pungkas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh