PASKA terjadinya gempabumi kuat berkekuatan M=6,5 pada 2 Juni 2016 yang merusak 2.663 rumah di Sumatera Barat dan Bengkulu, kini Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, menyatakan bahwa Gunung Kerinci (3.805 m) berstatus waspada.
Data pada pos pengamatan Gunung Kerinci PVMBG menunjukan adanya peningkatan aktivitas kegempaan, dan tremor yang terjadi menerus dengan amplitudo 0,5-2,0 mm. Hujan abu tipis juga dilaporkan terjadi, serta munculnya kepulan asap di sekitar gunung dengan ketinggian asap sekitar 400 hingga 500 meter. Seiring dengan penetapan status waspada, maka masyarakat di sekitar Gunung Kerinci dihimbau agar tidak mendekati kawah aktif dalam radius 3 kilometer.
Banyak pertanyaan dilontarkan oleh warga mengenai kemungkinan adanya kaitan antara gempabumi kuat yang baru saja terjadi dengan aktivitas erupsi Gunung Kerinci. Apakah ada hubungan antara aktivitas gempabumi kuat dengan meningkatnya aktivitas gunungapi? Untuk menjawabnya, tentu kita harus memahami kondisi tektonik regional serta konsep hubungan stres-strain paska gempabumi hingga terbentuknya tekanan di dapur magma.
Gunung Kerinci terletak di zona Sesar Sumatera dan relatif dekat denga zona subduksi lempeng. Karena terletak di zona tektonik aktif, maka secara geologis, terbentukya Gunung Kerinci tidak lepas dari proses tektonovolkanik di zona ini. Sehingga, kondisi fisiografi, seismisitas, dan vulkanisme setempat sangat dipengaruhi oleh aktivitas tumbukan Lempeng IndoAustralia dengan Lempeng Eurasia.
Kondisi ini menjadikan zona barat Sumatera sebagai salah satu kawasan dengan tingkat aktivitas kegempaan dan gunungapi yang tinggi di Indonesia. Jika aktivitas gunungapi sebagai bagian dari rangkaian aktivitas subduksi lempeng, maka meningkatya aktivitas Gunung Kerinci saat ini tidak lepas dari aktivitas seismik dan dinamika tektonik regional yang sedang aktif akhir-akhir ini.
Jika mengamati peta sebaran gunungapi, tampak bahwa seluruh jalur gunungapi letaknya berdampingan dengan jalur gempabumi. Pada banyak kasus erupsi gunungapi di dunia menunjukkan bahwa paska gempabumi kuat memang banyak terjadi erupsi gunungapi. Eggert dan Walter (2009) dalam penelitian hubungan antara aktivitas gempabumi dan erupsi gunungapi menghasilkan kesimpulan bahwa aktivitas erupsi gunungapi lebih sering terjadi pada gunungapi yang terletak di zona seismik aktif.
Secara tektonovolkanik, gempabumi kuat memang dapat mengaktifkan erupsi gunungapi. Aktifnya gunungapi berkaitan dengan dinamika tektonik di sekitar kantung magma. Dalam hal ini peristiwa gempabumi besar dapat memicu aliran magma ke dalam kantung magma.
Akumulasi tegangan litosfir yang berlangsung di sekitar gunungapi juga dapat memicu erupsi gunungapi. Dalam hal ini stres-strain akibat gempabumi kuat mampu menekan cebakan magma. Sehingga aktifnya gunungapi dapat dimulai ketika berlangsung induksi perambatan stress-strain saat terjadi gempabumi. Dalam hal ini gempabumi kuat yang terjadi dekat dengan gunungapi dapat memicu naiknya magma dari dalam Bumi ke kantung magma.
Teori lain juga menjelaskan, bahwa aktivitas gempabumi dekat gunungapi mampu mengubah tekanan gas dapur magma. Fenomena ini dapat dianalogikan seperti sebuah botol minuman soda yang dikocok hingga timbul gelembung-gelembung gas yang kemudian bergerak naik, selajutnya menekan dan melepaskan sumbatan hingga terjadi letupan keras.
Sebagai penutup, mengingat Gunung Kerinci kini sudah ditetapkan berstatus waspada, maka kepada seluruh warga sekitar Gunung Kerinci dihimbau agar selalu waspada dengan mentaati arahan dan himbauan PVMBG. Harapan kita, semoga aktivitas Gunung Kerinci akan segera menurun dan kembali normal.
Oleh Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG