KedaiPena.Com - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan, kritik Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek terhadap program Revolusi Putih yang dicanangkan oleh Prabowo Subianto tidak tepat. Fadli mengungkapkan pernyataan Nila soal Indonesia kekurangan sapi untuk merealisasikan program tersebut, salah besar.
“Yang harus dijadikan poin oleh pemerintah mestinya adalah rendahnya konsumsi susu di Indonesia, dan bukan soal jumlah sapi yang kita punya. Kalau saya cek data, konsumsi susu kita saat ini hanya sekitar 12 liter per kapita per tahun, kalah tertinggal dari Malaysia yang mencapai 39 liter, Vietnam 20 liter, dan Thailand 17 liter/kapita per tahun. Konsumsi susu kita saat ini bahkan lebih rendah jika dibandingkan dengan Myanmar,” ujar Fadli kepada KedaiPena.Com, Senin (30/10).
“Kita memang punya persoalan dalam hal produksi. Kemampuan produksi susu kita hanya mampu menutupi 30% kebutuhan konsumsi nasional. Artinya, untuk memenuhi 70% sisanya, kita harus melakukan impor. Saat ini konsumsi susu nasional mencapai 4,45 juta ton, namun produksi nasional kita hanya mencapai 825 ribu ton saja,” tambah Fadli.
Dengan demikian, Fadli menegaskan, bahwa rendahnya kapasitas produksi susu karena kurangnya peran pemerintah. Tidak adanya keberpihakan pemerintah kepada para peternak sapi lokal telah menyebabkan profesi peternak hanya menjadi sambilan saja di negeri kita.
“Pemerintah lebih berpihak pada importir sapi dari pada membantu dan mengembangkan industri peternakan nasional. Jadi, kalau jumlah sapi kita sedikit, atau produksi susu nasional kita masih lebih rendah dari kebutuhan, jangan kemudian yang disalahkan adalah konsumsi susunya, tapi perbaiki segera sektor peternakan nasional,” ujar Wakil Ketua DPR ini.
Kendati demikian, kata Fadli, sejak 2008 Gerindra telah mengkampanyekan dan berupaya gagasan Revolusi Putih karena kami peduli terhadap angka gizi buruk yang hingga saat ini masih tetap tinggi.
Sebab, Menteri Kesehatan sendiri yang mengatakan jika 4 dari 10 anak Indonesia masih mengalami gizi buruk. Berdasarkan Global Nutrition Report (2014), 37,2% balita mengalami pertumbuhan kerdil (stunting), 12,1% pertumbuhan kurang dari standar usianya (wasting), dan 11,9% mengalami kelebihan berat badan (overwight).
“Menurut data yang saya baca, angka tingkat bayi ‘stunting’ ini berkorelasi dengan angka rendahnya konsumsi susu nasional. Sebagai catatan, masalah gizi ini menjadi salah satu faktor tidak lolosnya Indonesia dalam program Millennium Development Goals 2015,” imbuh Fadli.
“Padahal pemerintah telah menggelontorkan anggaran yang tak sedikit waktu itu untuk menangani masalah gizi ini, terutama untuk ibu dan anak. Dan ironisnya, Jakarta berada di urutan kelima nasional wilayah dengan angka gizi buruk tertinggi. Itu sebabnya kami mengusulkan gagasan Revolusi Putih kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta yang baru. Demi memperbaiki kualitas kesehatan anak-anak kita di masa depan,” pungkas Fadli.
Laporan: Muhammad Hafidh