KedaiPena.Com – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan melakukan aksi unjuk rasa serentak di seluruh Indonesia, Rabu,(16/2/2022). Khusus di Jawa Timur (Jatim) aksi demonstrasi akan dipusatkan di Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur.
Aksi demonstrasi di Jawa Timur diikuti sekitar 1000 orang massa buruh dari berbagai wilayah seperti, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Pasuruan, Probolinggo, Jember, Lumajang, Banyuwangi, Jombang dan Tuban.
Massa aksi mulai bergerak bersama dari Kawasan Industri masing-masing untuk bertemu di titik kumpul utama di depan Mall Royal Plaza, Jalan Frontage A. Yani Surabaya sekitar pukul 11.00 WIB.
Kemudian, para buruh bergerak menuju Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur menyampaikan aspirasinya. Ada pun tuntutan aksi demonstrasi buruh hari ini antara lain ialah menolak upah murah hingga mewujudkan keadilan jaminan sosial.
“Agar DPRD Provinsi Jawa Timur agar mendesak Gubernur Jawa Timur untuk merevisi penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Timur tahun 2022 yang dituangkan dalam Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor: 188/783/KPTS/013/2021 tanggal 20 November 2021 dan lakukan pembahasan ulang UMP Jawa Timur tanpa menggunakan PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan,” kata Ketua EXCO Partai Buruh Provinsi Jawa Timur, Jazuli SH hari ini.
Para buruh, kata Jazuli , juga mendesak agar DPRD Provinsi Jawa Timur dpat meminta Gubernur Jawa Timur untuk merevisi Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/803/KPTS/013/2021 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jawa Timur Tahun 2022.
“Naikkan UMK di Jawa Timur tahun 2022 sebesar 7,05%, sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur yang mencatat pertumbuhan ekonomi Jawa Timur mencapai 7,05% pada triwulan II/2021,” papar dia.
Para buruh, tegas dia, meminta DPRD Provinsi Jawa Timur agar mendesak Gubernur Jawa Timur untuk segera menetapkan Upah Minimum Sektoral (UMSK) di Jawa Timur tahun 2022.
“Sebagaimana usulan Bupati/Walikota dan hasil rapat Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Timur unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh,” imbuh dia.
Dalam kesempatan itu, para buruh juga mendesak DPRD Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk merekomendasikan kepada Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan agar membatalkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT yang mempersyaratkan usia buruh 56 tahun baru dapat mencairkan dana JHT.
“Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT ini bertentangan dengan PP No. 60 Tahun 2015 tentang Perubahan PP No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT. PP No. 60 Tahun 2015 tersebut menghapuskan ketentuan yang mengatur bahwa manfaat JHT bagi peserta yang terkena PHK atau berhenti bekerja sebelum usia pensiun dibayarkan pada saat peserta mencapai usia 56 tahun, yang sebelumnya diatur dalam PP No. 46 Tahun 2015,” tegas dia.
Ia menegaskan, dana JHT juga bukan pemberihan Pemerintah, tetapi merupakan iuran bersama antara buruh dan Pengusaha. Buruh membayar 2% dan pengusaha 3,7% sehingga totalnya menjadi 5,7%.
“JHT tersebut diibaratkan sebagai tabungan bagi buruh/pekerja untuk persiapan ketika pensiun. Terutama sebagai dana untuk menyambung kehidupannya pada saat tidak lagi menerima pendapatan rutin dari perusahaan. Jadi tidak tepat jika Pemerintah ikut mengatur bahkan mempersulit pencairan JHT buruh,” ungkap dia.
Ia menegaskan, tidak semua buruh yang terPHK mendapatkan pesangon. Khususnya mereka yang berstatus kontrak atau outsourcing. Tentu dana JHT inilah yang diharapkan dapat membantu perekonomian buruh paska PHK atau hanya untuk sekedar menyambung hidup hingga mendapatkan pekerjaan baru.
“Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang digaung-gaungkan Pemerintah hanya halusinasi belaka. Faktanya program JKP tersebut sulit untuk diakses oleh pekerja/buruh korban PHK. Belum lagi persyaratan agar dapat didaftarkan sebagai peserta program JKP adalah harus mengikuti 5 program BPJS yaitu Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehayan, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan pensiun yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Lagi-lagi buruh yang terPHK karena kontrak habis tidak berhak atas manfaat JKP,” papar dia.
Manfaat JKP pun sangat terbatas. Hanya diterima paling banyak 6 bulan setelah PHK. Dan itu pun hanya menerima 45% upah untuk 3 bulan pertama dan 25% upah untuk 3 bulan berikutnya.
Ia pun mengingatkan, saat ini kondisi ekonomi masih sulit akibat pandemi Covid-19, dan banyak buruh yang terPHK karena perusahaan melakukan efisiensi. Diharapkan pencairan dana JHT dapat membantu perekonomian buruh korban PHK.
“Segera lakukan pendandatangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan BPJS Kesehatan, agar warga miskin/tidak mampu sebanyak 622.986 jiwa yang kepesertaannya nonaktif dapat aktif Kembali sehingga dapat digunakan untuk mengakses layanan kesehatan. Pasalnya di awal tahun 2022 sebanyak 622.986 warga miskin/tidak mampu Jawa Timur kepesertaan BPJS Kesehatannya dinonaktifkan sepihak oleh Pemprov Jatim,” jelas dia.
Ia menegaskan, penonaktifan tersebut dikarenakan tidak diperpanjangnya Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan BPJS Kesehatan, lebih lanjut karena Pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak lagi menyediakan anggaran untuk iuran BPJS Kesehatan warga miskin/tidak mampu. Hal tersebut tidak sejalan dengan Instruksi Presiden RI Nomor: 8 Tahun 2018 dan Nomor: 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
“Salah satu poin dalam Inpres tersebut, Presiden Joko Widodo meminta kepada Gubernur se Indonesia untuk mengalokasikan anggaran dan pembiayaan iuran BPJS Kesehatan untuk warga miskin/tidak mampu yang didaftarkan oleh Pemerntah Provinsi,” pungkas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh