KedaiPena.Com – Sejumlah mahasiswa dari berbagai Perguruan tinggi yang tergabung di Konsolidasi Mahasiswa Nasional Indonesia (KOMANDO) melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI, Jumat, (14/8/2020).
Massa aksi dari KOMANDO menolak Rancangan Undang-undang Omnibus Law disahkan oleh para dewan di Senayan. Mereka juga meminta agar RUU tersebut dapat segera dihentikan pembahasanya.
“Pasal 127 ayat 3, Pasal 45 ayat 2, Pasal 90. Tiga pasal tersebut merupakan bagian dari pasal-pasal yang bermasalah dalam Draf RUU Cipta Kerja yang terus dipaksakan untuk segera disahkan,” kata salah satu simpul KOMANDO Muhammad Balda,dalam keterangan, Jumat, (14/8/2020).
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ini melanjutkan, bahwa tiga pasal diatas adalah pasal klaster pertanahan dan klaster pendidikan.
Seperti pada pasal 127 ayat 3 Draf RUU Cipta Kerja klaster pertanahan telah mengubah mandat dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan No. 21-22/PUU-V/2007.
“UU No. 25 tahun 2007 Pasal 22 tentang Penanaman Modal tentang pemberian HGU selama 95 tahun telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusan No. 21-22/PUU-V/2007.
bukankah keputusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat lalu kenapa ada Pasal 127 ayat 3 Draf RUU Cipta Kerja klaster Pertanahan,” ungkap Balda.
Sedangkan untuk sektor pendidikan, kata Balda, dua pasal pada klaster Pendidikan 45 ayat 2 dan 90 merupakan dari beberapa pasal klaster pendidikan yang bermasalah dari perubahan RUU Cipta Kerja.
“Pasal tersebut berdampak pada ketentuan pasal dari berbagai UU diantaranya Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,” papar dia.
Dengan demikian, Balda menyayangkan, pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi materi mutan RUU dengan Pancasila terkesan sia-sia dengan RUU ini. Omnibus Law, kata dia, juga bertentangan dengan pancasila.
“Pancasila mengandung kaidah-kaidah dasar yang bersifat esensial, umum dan abstrak serta menyeluruh mengenai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang secara deduktif perlu dijabarkan ke dalam peraturan perundang-undangan untuk membentuk sistem hukum nasional Indonesia,” tandas Balda.
Laporan: Sulistyawan