KedaiPena.Com – Momentum Hari Raya Idul Fitri 1421 H membuat buruh alihdaya (outsourcing) di PLN berjaga maksimal. Sayang, meski menjaga listrik untuk terus hidup, namun tunjangan hari raya (THR)-nya dibuat redup.
“Jumlah besaran THR Idul Fitri tahun ini, berkurang jauh. Menyusut hingga 30 persen,” kata Achmad Ismail, Koordinator Gerakan Bersama Burih/Pekerja BUMN (Geber BUMN), dalam keterangan di Jakarta, Kamis (13/5/2021).
Misalnya saja, di Jawa Tengah, besaran THR tahun sebelumnya bisa berjumlah Rp 3.850.000,-. Untuk tahun ini, yang diterima hanya Rp 2.850.000,- saja.
“Ada satu jutaan rupiah dari tiap buruh, yang terpangkas. Jika ada sebanyak 70 ribu orang buruh OS (outsourcing), maka PLN menghemat sekitar Rp70 miliar. Dan perlu dipertanyakan soal keberadaan dan penggunaannya,” kata dia.
Beleid aturan baru di PLN, yakni Perdir 219 tahun 2019, menjadi sumber masalah atas turunnya nilai hak hak normatif buruh outsourcing di PLN. Di kemudian hari, bisa jadi bukan hanya THR keagaamaan yang dibuat berkurang. Bisa saja upah lembur menyusut, nilai manfaat JHT menurun serta sederet persoalan lainnya.
“Kontroversi Perdir 219 tahun 2019 telah memantik medan baru perlawanan bagi buruh OS (outsourcing) se-Indonesia. Diawali dari Kalimantan Barat, Sumatera Barat dan Jawa Tengah hingga Sulawesi Tengah, mereka merespon keras melalui aksi nyata yang melibatkan buruh OS di berbagai daerah kabupaten/kodya penyangga,” lanjut Ais, sapaannya
“Bila buruh mogok kerja, perlukah pembuktian nusantara gelap-gulita? Karena mereka ada di hulu hingga hilir. Dari pembangkit hingga pendistribusian serta penanganan gangguan dan penataan pemakaian,” sambung Ais
Karenanya, GeberBUMN mendesak PLN agar segera membayarkan THR sesuai norma PK. Ais pun meminta untuk segera diberikan upah layak bagi pekerja ‘outsourcing‘ PLN.
Soal THR, sebenarnya diatur dalam Permenaker Nomor 6 tahun 2016. Adapun untuk pelaksanaannya merujuk ke Surat Edaran Menaker Nomor M/6/HK04/IV/2021.
Nominal THR berbasis pada upah satu bulan, sebagaimana pasal 3 ayat 2 Permenaker No. 6 tersebut. Juga dimuat ikatan Perjanjian Kerja yang disepakati.
Hal ini menjadi norma hukum bagi kedua pihak untuk dipatuhi dan tidak boleh dilanggar. Ini selaras dengan aturan pasal 4 nya dari permenaker tersebut.
Beda hal di PLN. Meski soal THR sudah tercantum di dalam Perjanjian Kerja yang disepakati, faktanya, PLN mengabaikannya. Pembayaran THR bagi buruh ‘outsourcing‘, berbasis kehitungan upah yang baru-baru ini direvisi ‘beleid‘ Perdir.
“Alhasil, sesuai aturan ini, upah (upah tetap) buruh OS, dipangkas. Sehingga mempengaruhi ke nominal THR yang didapat,” tandas Ais.
Laporan: Muhammad Hafidh