KedaiPena.Com – Soal alihdaya terus disiasati oleh PLN, dari rezim ke rezim. Dari soal hubungan kerja hingga hal normatif lainnya.
Pun demikian baru-baru ini, soal upah yang diminimasi. Padahal jam kerja buruhnya, terbilang sangat tinggi.
Belum lagi medan kerjanya, cukup luas dan rawan bahaya bahkan bisa bertaruh nyawa.
Koordinator Nasional Gerakan Buruh/Pekerja BUMN (Geber BUMN) Ahmad Ismail mengatakan, PLN untuk urusan ‘outsourcing’ kerap menerbitkan aturan korporasi secara sepihak.
“Kali ini, di Peraturan Direksi (perdir) PLN bernomor 0219.P/DIR/2019. Perdir ini menghambat laju besaran upah buruh ‘outsourcing’ yang sudah timpang di sana. Terbit di akhir Desember 2019 lalu, eskalasi dampaknya meningkat, kala menjelang hak atas THR keagaamaan tiba. Perdir ini bisa berekses negatif bagi upah buruh ‘outsourcing’ ke depan,” jelas Ais, sapaannya.
Secara terang-terangan, PLN menegaskan tujuan dibuatnya Perdir ini salah satunya untuk mengubah perhitungan upah tetap buruhnya. Penggunaan formula koefisien di rumusan perhitungan upah tetap yang ada, sepertinya dianggap terlalu besar.
“PLN berdalih, di setiap tahunnya, persentase peningkatan biaya pekerjaan yang dialihdayakan ini lebih tinggi dari persentase pertumbuhan pendapatan korporasi,” sambung Ais.
Di Perdir tersebut, upah tetap berbasis koefisien pekerjaan yang telah berlaku sebelumnya, dihapus. Nominal besaran upah tetap pun, kelak terpangkas. Selanjutnya, upah tetap dihitung hanya berbasis upah lokal/daerah setempat saja.
Akibatnya, hal itu mempengaruhi upah yang diterima buruh alihdaya. Upah lembur berkurang, nilai manfaat JHT menurun, nominal THR keagamaan merosot serta jaminan uang pengakhiran kerjapun bisa menyusut. Imbasnya, kelayakan hidup buruh outsourcing, jadi melemah.
“Ironisnya, Perdir yang mengikat hajat upah buruh alihdaya ini, ditandatangani oleh pejabat setingkat Pelaksana Tugas (PLT) Direktur Utama PLN saat itu. Dan PLT ini hanya bertugas tiga bulan saja (Agustus-Desember 2019). Kegaduhan pun, kembali tercipta saat ini,” kecewa Ais.
PLN, lagi-lagi mengeksploitir keberadaan buruh alihdayanya. Belum selesai di penyikapan soal hubungan kerja sebagaimana direkomendasikan Panja Komisi IX DPR RI, PLN malah berbuat dzolim lagi lewat aturan yang pro upah murah.
“Karenanya, kami mendesak Kementerian BUMN dan DPR RI untuk segera berikan upah yang layak bagi pekerja outsourcing di PLN. Kedua, implementasikan rekomendasi Panja Komisi IX DPR RI di BUMN-BUMN. Ketiga, wujudkan Rakergab DPR RI soal penanganan ‘outsourcing’ di BUMN yang belum terrealisasi dari sejak 7 tahun lalu,” tandas Ais.
Laporan: Muhammad Lutfi