KedaiPena.Com – Demokrasi memberikan kebebasan. Sayang, nilai kebebasan di Indonesia ini raportnya merah.
Demikian disampaikan eks Panglima TNI Gatot Nurmantyo dalan diskusi Indonesia Lawyer Club, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
“Jika pilpres, setiap provinsi itu diperlukan dana sekitar Rp300 miliar. Kita punya 34, ya butuh sekitar Rp9 triliunan,” kata dia.
Pertanyaannya, calon presiden mana yang punya uang sebesar itu. Tentunya, hal ini harus memiliki pendanaan.
“Nah pendanaan ini lah yang merupakan utang politik, dan akhirnya berdampak pada kebijakan. Sehingga lahirlah oligarki antara penguasa dan pengusaha menjadi satu,” lanjut dia.
Apabila hal ini diteruskan, menurut Gatot, masa depan demokrasi Indonesia tidak akan lebih baik. Jadi, lanjut dia, cara berdemokrasinya harus dievaluasi. Caranya, lanjut Gatot, ‘presidential dan parliamentary threshold‘ harus dievaluasi.
“Ketidakadilannya adalah bahwa ada partai yang tidak ikut (pilpres). Kan seharusnya semua ikut, PSI, Partai Berkarya, Perindo, Garuda dan lain-lain. Itu kan tidak adil, padahal sesuai UU Pemilu juga harus ada keadilan,” sambung dia.
Ketidakadilan selanjutnya adalah DPD yang tidak ada memiliki peran. Sebagai lembaga negara, harusnya DPD memiliki peran yang sama dalam penentuan calon presiden.
“Sesuai dengan ketentuan yang sama dengan DPR, ini yang menjadi PR (pekerjaan rumah). Nah akumulasi ini bisa saya buktikan betapa demokrasi kita ini benar-benar memprihatinkan,” lanjutnya.
Laporan: Muhammad Lutfi