KedaiPena.Com- Eks Panglima TNI Gatot Nurmantyo menekankan, penanganan dan upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat di Indonesia sebenarnya telah berlangsung. Bahkan, kata Gatot, hak-hak dari anak keturunan tokoh PKI telah dipulihkan, mereka boleh jadi TNI, ASN, bahkan Anggota DPR dan lain-lainya.
Hal tersebut disampaikan oleh Gatot yang juga merupakan Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia atau KAMI dalam diskusi publik yang digelar di kawasan Menteng Jakarta Pusat, Jumat,(24/2/2023).
“Sebenarnya hak-hak keturunan tokoh PKI sudah dipulihkan sejak lama diantaranya sejak tahun 2004 ketika ada Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2004 yang membatalkan ketentuan Pasal 60 huruf g UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu yang melarang orang yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam G30S/PKI untuk jadi Caleg. Kini setelah putusan MK itu kerurunan PKI sudah ada kok yang jadi anggota DPR,” kata Gatot ditulis, Sabtu, (25/2/2023).
Meski demikian, Gatot mengakui, jika yang menjadi masalah dari persoalan tersebut adalah pengakuan dari Presiden. Menurut Gatot, pengakuan dari Presiden sendiri memiliki dampak yang luar biasa bagi Indonesia di mata internasional.
“Yang jadi masalah adalah pengakuan Presiden ini dampaknya luar biasa bagi Indonesia di mata Internasional karena sebagai negara yang banyak melakukan pelanggaran HAM berat yang tidak diselesaikan melalui pengadilan pelanggaran HAM berat,” jelas Gatot.
Gatot menambahkan, dunia internasional bisa saja menolak TNI dilibatkan dalam pasukan perdamain PBB karena pelanggar HAM berat.
Sementara itu, mantan juru bicara Presiden Gus Dur Adhi M Massardi yang juga hadir dalam Diskusi Publik itu membenarkan pandangan Ubedilah Badrun tentang langkah Gus Dur.
” iya betul, sebelum Gus Dur minta maaf dihadapan publik, beberapa waktu sebelumnya Gus Dur bertemu dengan tokoh dan Novelis Pramudya Anantatoer yang menjadi korban represi rezim karena karya-karya sastranya dituduh kiri. Pertemuan itu dilakukan di Istana,” tutur dia.
Dengan demikian, lanjut dia, kala itu permintaan maaf tidak cukup hanya dilakukan secara diam-diam. Namun, harus dilakukan dengan diumumkan kepada publik.
“Intinya perbincangan mereka menyimpulkan tidak cukup minta maaf diam-diam kepada korban, perlu diumumkan dihadapan publik, dan Gus Dur lakukan itu. Itu permintaan maaf kultural sampai ke akar rumput korban dan dilakukan sebagai kepala negara. Itu dilakukan Gus Dur tahun 2000,” pungkas Adhi M Massardi.
Laporan: Tim Kedai Pena