KedaiPena.com – Rencana Menkeu Sri Mulyani yang akan memangkas anggaran Kementerian/lembaga dan dana transfer ke daerah menunjukan adanya kecenderungan perubahan arah kebijakan ekonomi pasca perombakan Kabinet Kerja jilid II.
“Latar belakang pemotongan anggaran kementerian disebabkan dua hal. Pertama, pergantian menteri keuangan, yang saat ini arahnya tidak ke China lagi tapi ke Eropa dan Amerika. Dan yang kedua adalah gagalnya tax amnesty,” ungkap Uchok Direktur Eksekutif Centre for Budget Analisys (CBA) saat dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat (5/8).
Tadinya pemerintah berharap, lanjut Uchok, dengan disahkannya Undang-undang Tax Amnesty, diharapkan dana yang parkir di luar negeri mau masuk ke Indonesia lantaran ada payung hukum.
“Kini dana yang parkir ke luar, seperti pada tidak mau dibawa ke Indonesia karena menteri keuangannya diganti menjadi Sri Mulyani. Mereka kurang percaya dengan Sri Mulyani bekerja untuk independen,” ujar dia.
“Kalau saya baca pikiran Presiden Jokowi, dengan diangkatnya Sri Mulyani jadi menkeu, diharap uang segar dalam bentuk investasi atau utang dari eropa dan Amerika masuk ke Indonesia,” tambahnya.
Tapi, kata Uchok, dengan adanya pemotongan anggaran ini berarti Presiden gagal total untuk mendatangkan penerimaan negara dari dana yang parkir di luar negeri, dan investasi dan utang dari Eropa, Amerika masuk ke Indonesia.
Dengan begitu, mau tidak mau, kata Uchok, dengan diangkatnya menteri Sri Mulyani jadi menkeu memperlihatkan bahwa presiden Jokowi harus mengorbankan anggaran kementerian untuk dipotong, dan anggaran transfer daerah juga harus dipotong sesuai dengan selera kebijakan Sri Mulyani yang anti rakyat.
“Kalau begitu, ini namanya bukan Nawacita lagi tapi jadi NawaSri,” sindir dia.
Dengan dipangkasnya anggaran kementerian dan transfer ke daerah maka akan mengakibatkan pembangunan jadi mandeg.
“Dan dampaknya, banyak proyek -proyek di kementerian harus dihapus, dan bisa-bisa pegawai negeri hanya makan gaji buta. Sedangkan untuk daerah, mempercepat daerah untuk menjadi daerah bangkrut karena daerah tidak punya duit. Dimana selama ini, yang namanya kapasitas fiskal daerah itu selalu harus didukung oleh transfer pusat ke daerah biar keuangan daerah bisa hidup. Dan dengan dipotong anggaran transfer daerah maka pemerintah Jokowi bisa-bisa mengarah dugaan pelanggaran undang-undang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah,” tegasnya.
(Prw/Pit)