KedaiPena.Com – Presiden Joko Widodo berpeluang dimakzulkan, bila ngotot menerbitkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perppu) Pemilihan Umum (Pemilu), menyusul berlarut-larutnya pengesahan dasar hukum soal pesta demokrasi tersebut.
“Bisa (di-impeachment),” ujar pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra di Jakarta, Kamis (15/6).
Sebab, sambungnya, “MK (Mahkamah Konstitusi) sudah tafsirkan Pasal 22 E. Jadi, tidak bisa disimpangkan atau dialihkan lagi oleh DPR, presiden, apalagi dengan Perppu.”
Yusril berpendapat demikian, lantaran dengan digelarnya Pilpres dan Pileg beriringan, maka ambang batas presidensial (presidential threshold) tidak bisa lagi diberlakukan.
Untuk diketahui, pemerintah dan beberapa partai pendukungnya, seperti PDIP, NasDem, dan Golkar, ngotot PT sebesar 20-25 persen. Sedangkan lainnya, ingin 0 persen atau paling tinggi sama nilainya dengan ambang batas parlemen.
“Ya, harus 0 persen kalau pemilu serentak. Dan kalau perppu dikeluarkan, sama artinya menerbitkan perppu terhadap sesuatu yang inkonstitusional,” tegas ketua umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) ini.
Politikus asal Belitung itu mengingatkan, konsekuensi dari putusan MK yang mendorong Pilpres dan Pileg serentak adalah terbitnya regulasi anyar tentang kontestasi kotak suara.
Kalau memakai aturan lama, maka harus digelar terpisah, sebagaimana pada 2014 silam. Namun, hal tersebut bertentangan dengan putusan MK yang bersifat final dan mengikat.