KedaiPena.com – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Mulyadi mengingatkan agar Pemerintah memiliki perencanaan yang matang terkait rencana menyubsidi listrik melalui program Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam RAPBN 2017.
“Ini sebetulnya pemerintah itu mempunyai Roadmap, minimal lima tahun ke depan itu seperti apa,” kata Politisi Demokrat ini di ruang rapat Komisi VII, Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (6/9).
“Sebelum kita masuk pada detailnya, EBT disarankan untuk di luar Jawa, daerah terpencil, yang mesti dioptimalkan, harus didorong oleh Pemerintah, sehingga program yang dicanangkan pemerintah itu produktif,” tambah dia.
Tak hanya itu, kata dia, Pemerintah musti melakukan kajian secara komprehensif terkait hal tersebut.
“Jika program ke depannya 5 tahun, ya harus gimana evaluasinya setiap tahun. Sekarang bagaimana dan ke depannya bagaimana, jadi menurut saya harus perlu kajian mendalam dan data yang ada untuk di subsidi EBT,” tandas Mulyadi.
Lebih lanjut Mulyadi menegaskan bahwa apa yang Ia sampaikan semata-mata untuk menata sistem yang lebih baik lagi.
“Ini kan kita bicara pranata ya, menata kedepannya, bukan yang sudah terjadi, tujuan kita rapat kan untuk membuat sistem lebih baik. Praktek yang terjadi, kita tidak bisa menutup mata Pak, pemerintah itu tidak bisa bicara seenaknya, namun pemerintah harus mempunyai misi sesuai yang diharapkan,” tandas dia.
“Yang pertama misalnya gini prakteknya, Saya mengajukan izin PLTMH atas nama PT Saya. Dan saya pemilik sahamnya, terus keluar PPH, lantas itu Saya jual, boleh pak, berpindah tangan lagi, kan bisa Pak. Kenapa gak diterapkan aturan-aturan tertentu untuk mencegah orang, ada orang kerja ngurus sampai 20 PPH terus dijual, tapi dia gak pernah investasi. Itu ada Pak menteri saya tahu itu pak. Dan itu tujuan awal memang bukan untuk investasi, guntingannya gede sekali, saya cek di lapangan pak,” ia menjabarkan.
“Saya yang bukan pemerintah, bisa bikin aturan supaya itu tidak terjadi, Jadi Itu yang kita harapkan pak, masa bapak sebagai pemerintah gak bisa mencegah seperti itu,” tegas dia.
Menanggapi hal tersebut, Luhut menegaskan bahwa apa yang dipaparkan jajarannya adalah hal yang logis. “Saya ini Pemerintah pak, kalau bapak bilang pemerintah, nanti ketika bapak nanti masuk di pemerintahan, bisa lihat dan merasakan itu. Jadi dianggap seperti kami tidak mau melakukan, saya gak enak juga, biar bapak tahu, jadi saya alami juga bagaimana untung ruginya, nah semua yang bapak sampaikan tadi, dimana kurangnya pak, silahkan koreksi kami,” kesal Luhut.
“Jadi bukan kami tidak mau melakukan, tapi kami sudah lakukan semua apa yang Bapak katakan. Jadi saya pikir, jangan bapak katakan begitu, kita harus saling menghargai. Buat bapak-bapak yang mulia disini, kita juga harus dihormati pak, jadi staf saya disini bukan orang bodoh semua. Mereka mengerjakan pekerjaan mereka dengan baik, jadi kalau kami, jadi bapak desak-desak bilang kami bodoh. Kami tidak orang bodoh pak, kami punya harga diri Pak. Terima kasih,” lanjut dia.
“Saya sebagai wakil rakyat berhak mengawasi pemerintah,” jawab Mulyadi.
“Bapak boleh bilang bapak wakil rakyat, tapi jangan menghina saya,” jawab Luhut.
Mulyadi tak mau kalah. “Kita tidak mencoba bapak menteri, jadi saya luruskan, supaya tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan, kita sebagai wakil rakyat, harus bisa membuat regulasi baru,” jawab Mulyadi.
“Interupsi, kalau bapak tidak mau diawasi oleh kami sebagai wakil rakyat yang mempunyai tupoksi Pengawasan, Legislasi dan Anggaran lebih baik bubar saja DPR,” geram Inas Nasrullah anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Hanura.
Melihat situasi rapat kerja yang semakin memanas, Ketua Komisi VII yang juga sekaligus sebagai pimpinan sidang Gus Irawan Pasaribu pun mengambil inisiatif untuk menghentikan sementara rapat kerja dengan Plt MenESDM Luhut Binsar Panjaitan.
“Untuk sementara sidang diskors,” tutup Gus Irawan Pasaribu.
(Prw/Apit)