PEMBANGUNAN di Indonesia baru dimulai sejak 1967, setelah di zaman Orde Lama sangat dipenuhi oleh perjuangan keras untuk mempersatukan bangsa, mengatasi pemberontakan. Bahkan Bung Karno pernah mengalami enam kali percobaan pembunuhan, dan berhasil merebut kembali Papua ke pangkuan ibu pertiwi.
Pembangunan Indonesia dimulai dari 1967, ketika diberlakukannya UU Penanaman Modal Asing yang membuka pintu lebar untuk investasi asing yang menjadi warna selanjutnya dari pembangunan di zaman Orde Baru yang berhasil berkuasa selama 32 tahun.
Dengan kekuasaan tunggal berada di tangan Presiden Soeharto dan dibungkus dengan ornamen demokrasi seperti pemilu, pemilihan presiden, pidato pertanggungjawaban presiden dan sebagainya. Kekuasaan yang mutlak berada di satu tangan itu didampingi oleh tim ekonomi yang diketuai oleh Widjojo Nitisastro yang memberikan pengarahan pembangunan ekonomi Indonesia.
Tim Widjojo Nitisastro yang antara lain termasuk Ali Wardana, Sumarlin, Emil Salim dan lain-lain, dikemudian hari dikenal sebagai Mafia Berkeley. Sebetulnya mereka juga bukan tim yang mandiri, tetapi selalu berkonsultasi kepada konsultan asing yang selalu mendampingi dalam banyak persoalan.
Mengapa mereka sampai mendapat julukan Mafia Berkeley, karena mereka selalu membuat jaringan yang terdiri dari para ekonom yang lebih muda dan selalu berusaha dan berhasil mengarahkan serta mempengaruhi kebijakan ekonomi selama 50 tahun sampai sekarang.
Pengecualian pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid selama 21 bulan 1999-2001, satu-satunya pemerintahan yang berhasil mengurangi utang pemerintah sepanjang sejarah RI sebesar $3,6 miliar dengan Menko Perekonomiannya Kwik Kian Gie serta Rizal Ramli.
Jadi presidennya boleh siapa saja tetapi menteri ekonominya harus terkait langsung atau tidak langsung dengan kelompok Mafia Berkeley ini. Tentu saja arah kebijakan ekonominya harus sejalan dan patuh dengan pengarahan mereka.
Setelah Indonesia membangun selama 50 tahun, kita bisa melihat hasilnya bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia yang jauh lebih maju. Padahal di tahun 1960an kita masih sama-sama miskin dengan negara-negara itu.
Kelompok Mafia Berkeley itu selalu berkilah bila kita membandingkan Indonesia dengan Singapura, maka mereka mengatakan bahwa Singapura maju karena penduduknya sedikit. Tetapi Singapura yang luasnya hanya 700 km persegi, separuh dari luas Kabupaten Bekasi, penduduknya 5,5 juta, juga punya sumber daya yang sangat terbatas untuk bisa berkembang maju.
Bahkan semua bahan pangan pun diimpor karena tidak punya lahan untuk bercocok tanam. Singapura tidak punya tambang seperti kita, emas, perak, tembaga, nikel, timah, bauksit, aluminium, biji besi, batubara dan sebagainya. Mereka juga tidak punya jutaan hektar hutan untuk ditebang seperti kita. Tetapi Singapura sangat maju karena sangat pandai dalam memilih kebijakan ekonomi yang mampu meningkatkan kemajuannya dengan pesat .
Demikian juga negara maju di Asia seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan yang tidak punya sumber daya alam yang luar biasa kaya seperti Indonesia. Tetapi mereka sangat maju. Jepang pun sebagian besar bahan bakar energinya di impor dari luar. Taiwan tidak punya sumber gas tetapi eksportir hasil industri petrokimia nomor tiga terbesar di dunia.
Sedangkan gas dalam bentuk LNG, yang bernilai tambah rendah, sebagai bahan bakunya sebagian diimpor dari Indonesia yang kaya dengan sumber gas. Bahkan Malaysia mengembangkan industri petrokimia yang besar di Kertih, negara bagian Trengganu yang 40 persen LNG-nya impor dari Natuna dan hasil industri petrokimianya diimpor oleh pabrik petrokimia di Cilegon, Banten.
Menggapa negara-negara itu maju cepat? Antara lain karena mereka fokus kepada sektor yang bernilai tambah tinggi seperti industri elektronik, permesinan, petrokimia, otomotif, perkapalan. Bahkan, industri kapal Korea Selatan salah satu yang terbesar didunia.
Dan mengapa Indonesia jauh lebih lambat kemajuannya karena hanya fokus kepada sektor bahan mentah yang bernilai tambah rendah seperti CPO, batubara, LNG, perikanan tangkap dan lain-lain.
Selama 50 tahun membangun, akhirnya Indonesia hanya bisa mencapai GDP per kapita $3600, sedangkan Singapura bisa mencapai $51,400, hampir 15 kali lipat kita. Lalu Korea Selatan $25.500, 7 kali lipat kita, Taiwan $22.500, 6,25 kali lipat kita dan bahkan Malaysia bisa mencapai  $11.000, 3 kali lipat kita.
Selama 50 tahun menteri-menteri ekonomi selalu dijabat oleh Mafia Berkeley dan anak cucu muridnya sampai sekarang, kecuali pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid selalu mengikuti kebijakan ekonomi dan pengarahan Mafia Berkeley. Terbukti menghasilkan ketertinggalan yang sangat jauh dengan bangsa-bangsa maju di Asia.
Apabila dominasi anak cucu murid Mafia Berkeley ini tetap melekat dalam pemerintahan sebagai menteri-menteri ekonomi, maka bisa dipastikan bahwa dalam 25 tahun kedepan Indonesia akan ketinggalan lagi dari Vietnam dan Filipina. Karena Indonesia sudah tiga tahun ini dan ke depannya, perekonomiannya hanya tumbuh 5 persenan. Sementara Vietnam dan Filipina tumbuh 6,5-7 persen per tahun.
Bisa jadi GDP per kapita Vietnam dan Filipina, 25 tahun lagi dua atau tiga kali dari Indonesia. Dan kita hanya mampu kirim TKI ke Vietnam dan Filipina.
Oleh Abdulrachim K, Analis Kebijakan Publik, Aktivis 77/78