KedaiPena.Com- Analis politik yang juga Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, menilai ada beberapa alasan Ganjar tidak menjadi bintang pada HUT PDIP ke 50. Pertama, Ganjar tidak masuk dalam skema capres dari PDIP yang dipersiapkan oleh Megawati di tahun 2024.
Hal itu disampaikan Arifki merespons redupnya sinar Ganjar Pranowo redup selama acara HUT PDIP ke 50 beberapa waktu lalu. Nama Ganjar yang selalu masuk tiga besar di berbagai lembaga survei tidak disebut dalam pidato Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan posisi duduknya juga berada di barisan ketiga bersama kader-kader biasa.
“Megawati menyebut trah Sukarno, Puan Maharani dan memperkenalkan anak-anak Puan ke peserta HUT PDIP,” kata Arifki kepada wartawan Senin (16/1/2023).
Kedua, menurut dia, Megawati serius untuk memikirkan trah Sukarno sebagai capres dan cawapres di 2024 dan mempersiapkan regenerasi kepemimpinan di internal PDIP.
“Dengan membuka jalan untuk trah Sukarno, sinyal kepemimpinan PDIP selanjutnya bakal berlanjut ke anak-anaknya,” ujarnya.
Ketiga, Arifki melanjutkan, dengan keluarnya nama Ganjar di kelompok-kelompok relawan politik dan beberapa partai politik menjadi masalah dalam skema organisasi PDIP.
“Ganjar adalah kader PDIP tetapi namanya lebih dulu keluar di partai lain,” imbuhnya.
Secara organisasi, Arifki menilai, Ganjar mendesak PDIP dengan menggunakan relawan dan tangan partai lain agar mendeklarasikan dirinya sebagai capres.
“Pendekatan relawan yang mendesak PDIP agar mendeklarasikan Jokowi di tahun 2014 mungkin saja efektif karena posisinya saat itu sebagai oposisi. Namun, saat ini posisi PDIP adalah partai penguasa,” imbuhnya.
Seharusnya, kata dia, siapa calon yang bakal diusung oleh PDIP tentu tidak terlalu masalah, karena PDIP punya infrastruktur politiknya.
“Sayangnya munculnya Ganjar di PDIP tidak menjadi kejutan seperti yang terjadi di Jokowi, sehingga banyak menilai Ganjar meniru pola yang dilakukan oleh Jokowi”, ujar Arifki.
Menurut Arifki, jika Ganjar tidak memperoleh restu dari Megawati untuk maju di Pilpres 2024. Seharusnya Ganjar memaksimalkan posisinya di partai lain, dalam hal ini Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
“Tetapi, Ganjar harus bertarung dengan kader-kader anggota koalisi partai KIB yang berencana ingin maju sebagai capres, seperti Airlangga Hartarto,” ungkapnya.
Selain itu, Ganjar juga harus bertarung dengan Ridwan Kamil yang udah bergabung dengan Partai Golkar, Erick Tohir yang dekat dengan PAN, serta Sandiaga Uno yang juga dikabarkan bakal merapat ke PPP jika tidak diusung oleh Gerindra sebagai capres dan cawapres.
“Dari berbagai dinamika yang terjadi di partai-partai KIB, Ganjar mungkin saja dengan mudah mendapatkan posisi capres, tetapi dinamika cawapres bakal menyulitkan hasilkan kesepakatan,” ujarnya.
Arifki menilai peluang Ganjar jadi capres dari KIB bakal berjalan mulus. Hal itu lantaran Golkar, PAN, dan PPP, bukan partai seperti PDIP dan Gerindra, yang memiliki figur sentral penentu capres.
“Berbagai kemungkinan itu bisa saja terjadi untuk jalan Ganjar memperoleh kapal politik cadangan jika tidak mendapatkan tempat di kapal eksekutif PDIP,” ujarnya.
“Ganjar itu udah dua periode sebagai Gubernur. Pilihan maju sebagai capres atau cawapres tentu logis. Popularitas Ganjar hanya sia-sia jika ambisi politiknya di tahun 2024 hanya sekadar menjadi menteri,” beber dia.
Jika Ganjar tidak mengambil kesempatan di tahun 2024, menurut Arifki, pada tahun 2029 tidak hanya cahaya dari PDIP yang bakal semakin redup untuk Ganjar, tetapi juga penilain dari publik.
“Pilihan Ganjar yang tersisa cuma mengharapkan tiket dari KIB jika ingin tetap maju sebagai capres,” pungkas Arifki.
Laporan: Tim Kedai Pena