KedaiPena.Com – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, mengatakan rencana Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyanggupi pembelian saham PT Freeport Indonesia telah membuktikan kegagalpahaman Pemerintah selama ini.
“Bisa jadi sikap Kementerian BUMN ini lebih menpertontonkan ke publik sesungguhnya selama ini mereka telah ‘tertidur pulas dan baru terbangun dari mimpi indahnya’,” ujar dia kepada KedaiPena.Com, Senin (5/3).
“Mereka tidak paham atas persoalan telah menerpa Pemerintah yang tidak kunjung selesai sejak Januari 2014 sampai saat ini untuk menggiring PT Freeport Indonesia untuk dapat menyesuaikan Kontrak Karya ke UU Minerba nomor 4 tahun 2009,” sambung dia.
Yusri sapaanya menjelaskan, ketidakpahaman Pemerintah terlihat pada realisasi divestasi saham 51%, pajak dan royalti, serta tujuan membangun smelter untuk sebagai pemurnian mineral mentah. Hal ini diyakini dapat meningkat penerimaan negara berlipat dan berefek ganda bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Apalagi, kata Yusri, jika mengacu harga tawaran nilai saham 10,63 % Â oleh PT FI pada awal tahun 2016 seharga USD 1,7 miliar sangat berbeda dengan taksiran Kementerian ESDM berdasarkan Permen ESDM nomor 27 tahun 2013 bahwa harga yang wajar USD630 juta.
“Tentu sampai habis kontrak pun tidak didapat kesepakatan harga yang wajar antar para pihak. Apalagi ketika dihubungkan dengan waktu berakhir kontrak pada tahun 2021 tentu kebijakan membeli saham saat ini ibarat “membuang garam kelaut”. Faktanya juga saat itu sudah 3 tahun PT FI tidak memberikan devidennya kepada Pemerintah,” imbuh dia.
Seharusnya, lanjut Yusri, dari pada membeli saham PTFI, Kementerian BUMN dapat berinisiatif aktif menugaskan konsorsium BUMN Tambang (PT Inalum, PT Antam, PT Timah , PT Bukit Asam dan Bank BUMN serta Bank Mandiri, BNI, BRI dan BTN) Â bergerak menghimpun modal awal pembangunan smelter senilai USD2, 5 miliar,” jelas dia.
“Dengan mengakomodir saham 10% bagi BUMD Kabupaten dan Propinsi Papua seperti contoh lazimnya di bidang produksi lapangan migas selama ini dalam bentuk ‘participasing interest’ 10% bagi daerah penghasil migas dan tambang,” tutur dia.
“Dan sikap itu jelas mendukung kepentingan nasional dalam mengamankan potensi efek ganda dari peningkatan nilai tambah dari pembangunan smelter secara ekonomi di saat korporasi asing terus menguras sumber daya alam kita dan faktanya telah mengabaikan kepentingan nasional kita,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh