KedaiPena.Com- Peneliti Senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai, tidak satu suaranya DPR dalam menyikapi polemik investasi Telkom ke GoTo mengindikasikan adanya perebutan kepentingan pragmatis yang lebih menggiurkan.
Jika indikasi ini benar adanya, Lucius menambahkan, maka anggota DPR tersebut tengah melawan logika dan kehendak publik. Publik yang menghendaki adanya transparansi terkait keuangan Negara.
Diketahui, dalam menyikapi polemik investasi sejumlah BUMN ke perusahaan digital termasuk investasi Telkom melalui anak usahanya yakni Telkomsel ke GoTo sikap internal DPR terbelah. Satu Komisi menghendaki instrumen panja Komisi lainnya menghendaki pansus.
“Saya kira sih DPR mendegradasi sendiri keinginan mereka untuk mempertanyakan kebijakan pemerintah ketika yang nampak ke publik justru seperti adu kuat Panja Komisi VI dan usulan Pansus Komisi III,” kata Lucius, Rabu,(15/6/2022).
“Publik pasti akan mempertanyakan kenapa DPR sebegitu bernafsu? Kenapa mesti harus dengan dua jalur untuk mencari atau mengontrol kebijakan investasi Telkom di GoTo?” sambungnya.
Jika melihat manuver yang dilakukan DPR, Lucius menduga, para wakil rakyat tersebut tidak sungguh-sungguh untuk menjawab keresahan publik terkait langkah Telkom berinvestasi di GoTo.
“Jangan-jangan DPR tidak sedang tertarik untuk menguak penyimpangan dalam investasi telekomunikasi tersebut tetapi justru ingin cari celah untuk mencari keuntungan dari BUMN ataupun GoTo yang sedang diduga bermasalah,” sindirnya.
Sekali lagi, Lucius menegaskan, langkah terlalu bernafsu dengan membentuk Panja sekaligus mengusulkan Pansus Angket di Komisi III cenderung merusak misi pengawasan DPR.
Jika berbicara soal efektivitas penggunaan instrumen konstitusional, Lucius menegaskan, bahwa pansus merupakan instrumen paling efektif dan relevan.
“Pansus Angket lebih punya Power untuk mengusut kejanggalan-kejanggalan walau potensi Pansus membawa kepentingan yang beragam juga sangat terbuka. Kerapkali usulan pembentukan pansus Angket didorong oleh hal-hal lain diluar upaya untuk mengusut kejanggalan-kejanggalan itu,” ucap dia.
“Tetapi Panja Komisi VI juga relevan karena Panja yang secara khusus dibentuk untuk mendalami persoalan investasi Telkom ke GoTo. Hanya saja Power Panja tidak seheboh Pansus Angket,” sambung dia lagi.
Terakhir, Lucius menganggap tidak kompaknya internal DPR dalam menyikapi polemik investasi Telkom ke GoTo semakin menguatkan asumsi publik bahwa kepentingan politik pragmatis lebih menyeruak ketimbang kepentingan bangsa dan negara.
“Poin saya itu kenapa Komisi III dan Komisi VI seperti berebutan? Ini justru mengaburkan tujuan utama untuk membongkar kejanggalan karena yang terbaca di publik adalah nafsu DPR atas dugaan penyimpangan tetapi belum tentu untuk memberikannya tetapi justru untuk mencari celah agar bisa berbagi rejeki dari perusahaan seperti Telkom dan GoTo,” pungkas dia.
Laporan: Hera Irawan