KedaiPena.Com – Pihak Ombudsman meminta Pemko Medan agar mengembalikan fungsi lapangan Merdeka sebagai situs sejarah dan untuk kepentingan publik.
Permintaan itu diungkapkan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut dalam keterangan pers yang diterima KedaiPena.Com, Rabu (1/6).
“Untuk Merdeka Walk, kita minta tidak diperpanjang lagi kontraknya. Sedangkan untuk tempat parkir itu, jangan diteruskan karena melanggar aturan. Apa lagi di atas bangunan parkir, terdapat bangunan permanen yang diproyeksikan untuk pedagang buku,†pungkas Abyadi.
Sebelumnya, Abyadi menuturkan pihaknya mendapatkan laporan dari Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Kota Medan, bahwa Lapangan Merdeka sebagai sebuah situs sejarah dan area publik sudah berubah fungsi. Aset sejarah itu seolah diperebutkan untuk kepentingan kelompok tertentu. Akibatnya, terjadi pengaburan nilai historis, selain menyebabkan pengurangan luas lahan lapangan.
Hal itu dapat dilihat dari beberapa bangunan yang berdiri kokoh di lapangan tersebut. Ada lima spot yang diambil untuk bangunan. Kelimanya adalah pusat kuliner Merdeka Walk, kantor polisi, UPT Dinas Pertamanan, UPT Dinas Pariwisata dan tempat parkir yang dibangun dengan permanen. Akibat pembangunan sejumlah bangunan tersebut, Lapangan Merdeka yang semula memiliki luas 4,8 hektar, kini hanya tinggal 2,6 hektar.
“Kita sudah menggali informasi dari pelapor dan meninjau langsung lokasi. Memang sudah berdiri bangunan permanen di Lapangan Merdeka,” kata Abyadi usai meninjau Lapangan Merdeka Medan bersama asisten Ombudsman RI, Tety Silaen dan Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Kota Medan, yakni Meuthia Fadila, Miduk Hutabarat dan Burhan Batubara, Rabu (1/6).
Abyadi menuturkan, pembangunan sejumlah bangunan di lokasi aset sejarah itu diduga telah melanggar beberapa aturan. Diantaranya Perda No 13 tahun 2011 tentang RTRW Kota Medan, PP 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, PP No 26 tahun 2008. Tentang RTRWN, PP 32 tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas, dan UU No 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
“Dalam Perda No 13 tahun 2011 tentang RTRW Kota Medan misalnya, jelas disebutkan bahwa Lapangan Merdeka merupakan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH). RTNH seharusnya tidak boleh ada bangunan permanen yang berdinding. Tapi faktanya kita lihat saja, semua bangunan di Lapangan Merdeka permanen,” beber Abyadi.
Lebih lanjut Abyadi mengatakan, dari sisi nilai sejarah, Lapangan Merdeka sudah diciderai. Contohnya bangunan Monumen Nasional yang harus dipotong luasannya karena dipakai untuk pembangunan tempat parkir yang diperuntukkan bagi penumpang kereta api Bandara Kualanamu seluas 9.538 meter persegi.
Lebih jauh Abyadi mengungkapkan, sebagai situs sejarah, seharusya Lapangan Merdeka dijaga dan diperlakukan sebagai sebuah asset, yang harusnya dirawat agar semakin bagus. “Tapi faktanya justru kita lihat kebalikannya. Malahan Pemko Medan yang membuat aturannya, Pemko Medan juga yang merusak,†katanya.
Abyadi mengungkapkan, atas persoalan itu pihaknya akan segera mengeluarkan rekomendasi resmi. Meski, sebelumnya pihaknya akan meminta klarifikasi terlebih dahulu kepada Pemko Medan. “Ombudsman akan meminta klarifikasi ke Pemko Medan untuk mempertanyakan hal tersebut,†tegas Abyadi.
(Dom)