KedaiPena.Com – Wacana penurunan nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang akan dilakukan pemerintah pusat mendapat penolakan serius dari DPW FPSMI Sumatera Utara.
Penolakan itu dilakukan dengan aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Sumut, jalan Diponegoro Medan, Selasa (8/8).
“Kita dengan tegas menolak kebijakan (PTKP) itu, karena hal itu hanya akan membuat buruh semakin sengsara. Untuk makan saja sekarang sudah susah, masa mau dibebani lagi,†kata Willy saat berunding dengan Disnaker Sumut.
Dikatakan, penurunan nilai PTKP mulai diwacanakan perintah melalui menteri keuangan. Dimana aturan yang berlaku saat ini, batas maksimal penghasilan yang tidak kena pajak adalah Rp4,5 juta perbulan.
Apabila batas tersebut diturunkan dan disesuaikan dengan UMP, sambung Willy, maka akan semakin banyak masyarakat yang penghasilannya dikenai pajak. Sebab, tidak ada daerah dengan UMP mencapai Rp4,5 Juta.
Selain wacana soal PTKP, FSPMI juga mengkritisi soal upah padat karya. Mereka menilai, upah padat karya sudah mengangkangi kebijakan UMK dan UMP. Pemerintah juga diannggap tidak pro terhadap buruh.
Selain itu, mereka juga menyoalkan darurat PHK yang terjadi di Sumut. Dimana saat ini banyak perusahaan yang melakukan PHK dengan semena-mena. Menurut Willy, pengusaha yang melakukan PHK beralasan daya beli yang semakin rendah.
“Bagaimana tidak rendah daya belinya. Masyarakat Indonesia rata-rata buruh, dan kami para buruh tidak punya daya beli. Karena upah buruh sering tidak sesuai, sehingga daya beli ke perusahaan juga rendah. Mau tidak mau perusahaan melakukan PHK. Makanya pemerintah harus membuat peraturan tegas terhadap pengusaha untuk membayarkan upah sesuai aturan,†kata Willy.
Oleh karenanya, FSPMI mengancam akan melakukan aksi boikot terhadap Tengku Erry pada Pilgub 2018 mendatang. Sebab, mereka menganggap bahwa Gubsu, Tengku Erry Nuradi tidak ‘Paten’ terhadap buruh.
“Kalau masalah buruh di Sumut tidak selesai, kita akan memboikot Tengku Erry,†pungkasnya.
Kabid Perlindungan Tenaga Kerja Disnaker Sumut, Frans Bangun mengatakan bahwa dalam persoalan penurunan PTKP pihaknya akan meneruskan aspirasi dari para buruh yang ada di Sumut ke Pemerintah Pusat. Menurut dia pemerintah daerah mereka tidak punya hak untuk melawan keputusan dari pusat.
“Aspirasi soal penurunan PTKP ini akan kita teruskan ke pusat, sebab mereka yang memiliki kebijakan untuk hal ini. Sedang kita di daerah hanya menjalankan apa yang sudah diputuskan oleh pusat. Dan kita disini juga berharap aspirasi ini bisa di dengarkan oleh pemerintah pusat,†katanya.
Terkait persoalan ketenagakerjaan di Sumut Frans mengungkapkan bahwa saat ini Pemprovsu sudah membangun sebanyak 9 unit pelayanan terpadu (UPT) dibawah naungan Disnaker Sumut.
“Namanya kehidupan pasti banyak masalah tapi sebagian besar sudah kita selesaikan. Oleh karena itu, Sumut kita bagi 33 Kabupaten/Kota yang ada menjadi 9 UPT. Dan nanti UPT-UPT inilah yang akan menindaklanjuti aduan pekerja yang selama ini terfokus di Kabupaten/Kota,†jelasnya.
Dengan adanya UPT tersebut, diharapkannya pelayanan yang dilakukan bisa lebih cepat dan lebih baik kepada para buruh. UPT yang diberntuk, lanjut dia, juga berkenaan dengan kewenangan dan juga dapat melakukan pembinaan, penyidikan dan pelatihan termasuk mengatasi masalah-masalah buruh.
“Jadi, gak ada alasan lagi, kami mau ngadu kemana. Adukan saja ke UPT yang ada, biar nanti mereka yang membuat tembusannya ke Disnaker,†ucapnya sembari menjelaskan sejumlah daerah yang menjadi prioritas UPT seperti Kota Medan dan Deli Serdang sebagai barometer, daerah lainnya Nias membawahi kepulauan Nias, Labuhan Batu untuk kawasan Labura dan Labusel.
Frans pun mengakui keterbatasan jumlah pengawas di Disnaker Provsu selama ini yang hanya berjumlah 88 orang. sementara terdapat puluhan ribu buruh diberbagai perusahaan yang ada di Sumatera Utara.
“Masalahnya orang-orang kita mengeluhkan lamanya masa pelatihan yang mencapai 4 bulan, mereka maunya seminggu sudah selesai. Tapi nggak ada alasan karena minim nggak bekerja, sudah ratusan kita selesaikan soal tenaga kerjanya,†katanya.
Laporan: Iam