KedaiPena.com – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyatakan secara resmi bahwa mereka menyayangkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan (sekolah dan kampus) sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye, sesuai Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada Selasa (15/8/2023).
Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo menyatakan sangat menyayangkan keputusan MK tersebut.
“Secara teknis nantinya juga akan sulit bagi sekolah saat lembaganya digunakan untuk tempat kampanye disaat proses pembelajaran sedang berlangsung. Hal ini juga berpotensi membahayakan keselamatan peserta didik nantinya,” kata Heru, Selasa (22/8/2023).
Ia mempertanyakan apakah putusan tersebut juga berlaku pada fasilitas pendidikan, seperti sekolah TK, SD, dan SMP.
“Seharusnya tidak, karena siswa TK hingga SMP belum termasuk usia memilih atau belum memiliki hak pilih. Bahkan di SMA dan SMK pun hanya sebagian peserta didik yang sudah memiliki hak pilih karena sudah berumur 17 tahun, mereka adalah pemilih pemula, yang jumlahnya cukup besar dan menjadi target banyak caleg, cabup/cawalkot, cagub dan capres,” ujarnya.
Heru menyatakan seharusnya, tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah menjadi ruang netral untuk kepentingan publik. Dengan kata lain, tempat-tempat tersebut tidak dipakai untuk kepentingan elektoral tertentu. Larangan penggunaan ketiga jenis sarana tersebut harus bersifat mutlak tanpa syarat.
“Apabila MK berdalil bahwa tempat ibadah tidak layak digunakan untuk kepentingan kampanye tanpa syarat karena menjadi salah satu upaya untuk mengarahkan masyarakat menuju kondisi kehidupan politik yang ideal sesuai dengan nilai ketuhanan berdasarkan Pancasila, begitu pun seharusnya dengan tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah,” ujarnya lagi.
Ia menyatakan tempat pendidikan memang boleh menjadi tempat untuk mempelajari ilmu politik. Namun demikian, tidak untuk kepentingan politik elektoral tertentu. Fasilitas pemerintah boleh digunakan untuk pencerdasan politik bangsa, tetapi tidak untuk kepentingan elektoral tertentu.
“Adapun mengenai persyaratan “tanpa atribut” dalam berkampanye di kampus, itu tidak menghilangkan relasi kuasa dan uang. Sebab, dua hal itu bisa saja disalahgunakan oleh institusi pendidikan untuk mengomersialkan panggung politik di dalam tempat pendidikan,” tandasnya.
Senada, Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti menyatakan selama ini, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah menjadi ruang netral untuk kepentingan publik, sehingga dilarang menggunakan fasilitas Pendidikan dan fasilitas pemerintah dijadikan tempat kampanye saat pemilihan umum (Pemilu).
“Kondisi tersebut jelas berbahaya bagi netralitas lembaga pendidikan ke depannya. Apalagi jika yang berkampanye adalah kepala daerah setempat, relasi kuasa ada dan bahkan bisa menggunakan fasilitas sekolah tanpa mengeluarkan biaya. Jika menggunakan aula yang berpendingin udara, maka beban listrik menjadi beban sekolah,” ungkap Retno.
Laporan: Ranny Supusepa