KedaiPena.com – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendukung Presiden Prabowo Subianto dan Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah yang meminta Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sistem Zonasi dikaji dahulu, tidak terburu-buru diputuskan.
Apalagi kebijakan PPDB setelah 8 tahun diterapkan cenderung sudah diterima masyarakat luas. Sistem ini terbukti mampu memberikan kesempatan yang sama pada semua anak untuk mengenyam pendidikan di sekolah negeri.
“Kebijakan ini lebih menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam pemenuhan hak atas Pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi Republik Indonesia,” kata Retno Listyarti, Ketua Dewan Pakar FSGI, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/11/2024).
FSGI menilai bahwa akar masalah sebenarnya bukan karena ada kecurangan atau tidak, namun apakah pemerintah daerah memiliki political will untuk memenuhi hak atas pendidikan anak-anak di wilayahnya.
“Karena mau diganti seperti apapun sistemnya, kalau pemerintah daerah tidak pernah membangun sekolah negeri baru di Kelurahan atau Kecamatan yang tidak memiliki sekolah negeri, terutama SMAN dan SMKN yang jumlahnya minim hampir di seluruh provinsi di Indonesia, maka permasalahan yang dihadapi akan tetap sama, yaitu hanya sekitar 30-40 persen peserta didik yang dapat bersekolah di sekolah negeri,” tegas Heru Purnomo, Sekjen FSGI.
Kalau PPDB sistem zonasi akan diganti, apakah menjamin mayoritas anak Indonesia usia sekolah akan tertampung di sekolah negeri, mengingat jumlah sekolah negeri memang terbatas. Tak ada penambahan SMAN dan SMKN bahkan SMPN selama puluhan tahun.
”Kesadaran bahwa sekolah negeri minim justru ketika Kemendikbud menerapkan PPDB Sistem zonasi pada 2017 lalu,” ungkap Mansur, Wakil Sekjen FSGI.
Sistem PPDB tersebut selama 50 tahun memang nyaris tak ada gejolak, karena sistem tersebut diserahkan pada mekanisme pasar, negara minim sekali kehadirannya, padahal hak atas pendidikan merupakan hak dasar yang harus dipenuhi negara sebagaimana diamanatkan dalam Konstitusi RI. Selain itu, sistem PPDB sebelumnya menguntungkan kelompok tertentu yang mampu secara ekonomi, kondisinya lebih beruntung dan memiliki banyak pilihan.
Faktanya anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri umumnya anak-anak keluarga tidak mampu yang tidak tahu harus bersuara kemana, dan akhirnya pasrah menerima keadaan karena nilai akademik anak-anak mereka umumnya memang kalah dari anak-anak yang berasal dari keluarga kaya.Hasil penelitian Balitbang Kemendikbud selama 8 tahun justru menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga tidak mampu justru mengeluarkan biaya pendidikan lebih tinggi karena tak berhasil menembus sekolah negeri, kalah nilai.
“Sistem PPDB zonasi justru menghendaki kehadiran negara agar sekolah negeri dapat diakses oleh siapapun, baik pintar atau tidak, kayak atau tidak, dan seterusnya. Hal ini sesuai dengan amanat konstitusi RI,” pungkas Retno.
Laporan: Ranny Supusepa