KedaiPena.Com – Pemerintah Indonesia dan perusahaan Freeport McMoran sedang dalam proses perundingan untuk pelaksanaan Undang-undang Mineral dan Batubara.
Di antaranya adalah tentang divestasi saham, pembangunan smelter dan kelanjutan kegiatan pertambangan.
Namun persoalan lingkungan yang dialami oleh warga sekitar pesisir Kabupaten Mimika, khususnya sekitar muara sungai Ajkwa, dan mengganggu ekosistem perairan pesisir tidak mendapatkan perhatian dan melibatkan publik.
Pembuangan limbah tambang ke sungai dan laut terus menjadi perhatian internasional. Yang terbaru adalah pada 7 Februari 2018, sebanyak 40 organisasi dari beragam negara dunia mengecam pembuangan limbah tambang ke dan sungai, dan menyerukan segera praktek pembuangan limbah ini tidak dilanjutkan.
Salah satu perusahaan yang melakukan praktek pembuangan limbah ke sungai adalah PT. Freeport Indonesia. Dan limbah ini bahkan menyebar ke wilayah perairan laut, sebagaimana disebutkan dimuat dalam laporan yang dibuat oleh Perkumpulan AEER (Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat), Yayasan Pusaka, dan KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia).
Pembuangan limbah tambang (tailing) ke sungai dan laut sangat merugikan masyarakat yang berada di sekitar tempat pembuangan. Pembuangan limbah tambang ke sungai dan laut menyebabkan kerusakan ekosistem pesisir laut.
Pius Ginting dari Perkumpulan AEER menyatakan, padatan yang tersuspensi di dalam dalam tambang (total solid supended) menciptakan kekeruhan, pedangkalan di daerah pesisir. Tailing menyebar di pesisir sekitar muara Ajkwa merupakan praktek pertambangan yang buruk.
“Praktek ini lebih buruk secara konsep dari pembuangan limbah lainnya ke laut di Indonesia, setidaknya mengusahakan pembuangan limbah tambang (tailing) agar berada dibawah lapisan termoklin agar tailing tidak menyebar ke permukaan (kendati hal itu tetap menimbulkan persoalan kehidupan di dasar laut),†kata dia dalam keterangan kepada redaksi, ditulis Kamis (15/3/2018).
Pendangkalan di bagian pesisir Timika telah dikeluhkan oleh warga. Transportasi warga di bagian pesisir menjadi terganggu. Bahkan pendangkalan laut karena tailing juga mengancam pelabuhan PT. Freeport Indonesia.
“Untuk untuk mencegahnya, perusahaan tersebut melakukan penutupan aliran sungai yang telah dimuati oleh limbah tambang, yakni Sungai Yamaima. Penutupan aliran sungai disisi lain menghambat lalu lintas warga lewat sungai,” sambungnya.
Melanjutkan kegiatan penambangan PT.Freeport Indonesia dengan metode pembuangan tailing yang ke sungai dan menyebar hingga ke laut akan meningkatkan beban bagi nelayan di sekitar pesisir Kabupaten Mimika yang hidup sebagai nelayan.
Sementara, Martin Hadiwinata dari KNTI menyatakan agar nelayan sekitar pesisir Kabupaten Mimika, khususnya di sekitar Ajkwa, dapat melanjutkan mata pencarian nelayan secara baik dan pemulihan ekosistem laut, maka pembuangan limbah tambang ke sungai dan menyebar ke laut diserukan agar dihentikan.
Franky Samperante, Direktur Yayasan Pusaka menyatakan, perlu dilakukan peninjauan dampak lingkungan PT. Freeport Indonesia.
“Dan bila operasi penambangan terus melakukan pembuangan limbah tambang ke sungai dan laut, suatu praktek yang ditentang luas oleh organisasi lingkungan internasional, seperti diserukan untuk dihentikan oleh 40 organisasi lingkungan baru-baru ini, maka kegiatan operasi PT Freeport Indonesia sebaiknya dimoratorium terlebih dahulu. Selanjutnya dilakukan evaluasi menyeluruh dan memberikan waktu bagi lingkungan memulihkan diri dan ekonomi non pertambangan yang lebih lestari seperti parawisata ke Grasberg, dan kehidupan nelayan tradisional bisa berkembang,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Ibnu Abbas