Artikel ini ditulis oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
DEKLARASI palsu oleh FPI palsu untuk dukungan palsu telah terjadi di Monas yang awalnya di Patung Kuda. Peserta yang konon dibagi uang 150 ribu per orang banyak yang merasa tertipu atau terjebak. Bendera FPI dibagikan dan dikibarkan secara demonstratif. Pidato “penggerak” berisi dukungan kepada Anies Baswedan untuk Presiden 2024. Terbongkar nyata bahwa itu adalah massa FPI buatan atau jadi-jadian.
Fitnah keji dimainkan Eddy sang koordinator, siapa dan bagaimana harus diusut mulai dari sini. Atau mulai dari yang minta maaf viral di video. Mudah sekali untuk melacak aksi ini apalagi bagi institusi setingkat Kepolisian yang sudah sangat profesional. Problem klasiknya adalah adakah kemauan politik untuk itu?
Kasar sekali permainan politik di negeri ini, tidak menampilkan wajah negara berkemanusiaan yang adil dan beradab. Lebih berwarna machiavelisme. Menggambarkan betapa rendahnya moral dan peradaban bangsa. Memfinah dan merekayasa sepertinya menjadi hal yang biasa. Diketahui oleh masyarakat pun tidak membuat bersalah, malu apalagi berdosa.
Buzzer bersorak serasa mendapat batu loncatan untuk memframing bahwa Anies didukung “organisasi terlarang” FPI padahal tidak ada putusan hukum yang menetapkan FPI sebagai organisasi terlarang, tapi ya itulah suka-suka saja. Setelah kedok terbongkar buzzer kini menjadi terbujur. Mau ngoceh apa lagi. Buzzer tuh memang tak pernah berfikir pakai otak tapi pake “bujur”.
Berpolitik fitnah adalah kriminal. FPI yang tak bersalah terus dihabisi dengan segala cara. Tokohnya di penjara dengan tuduhan sumier dan mengada-ada, anggota laskar dibunuh keji, kegiatan dihalangi, organisasinya pun akhirnya dibubarkan. Semua itu dipastikan akan tergores sebagai catatan hitam dari kezaliman rezim saat ini.
Lucu juga komentar netizen katanya jika FPI asli pasti akan dilarang untuk melakukan aksi, dibubarkan, bahkan mungkin ditangkap. Akan tetapi untuk aksi FPI yang bebas mengibarkan bendera dan dikawal oleh aparat, maka dipastikan itu adalah FPI palsu. Jadi ternyata bukan hanya ada tukang gigi palsu, tukang perhiasan palsu, atau tukang rambut palsu tetapi juga ada tukang demo palsu dan tukang bikin organisasi palsu.
FPI dibenci dan ditakuti tapi kadang juga dibutuhkan. Peristiwa sandiwara patung kuda dan monas kemarin adalah bukti bahwa FPI memang dibutuhkan. Sekurangnya untuk melakukan gerilya politik bernuansa fitnah. .
Hayo usut biang keladi aksi dukungan palsu tersebut. Buktikan ini bukan rekayasa institusi resmi. Tapi kerja kelompok yang ingin mengacaukan negara dengan jalan fitnah dan adu domba. Buzzer yang berteriak serempak apakah ikut terkecoh atau memang menjadi bagian dari disain jahat untuk memdedkreditkan FPI dan Anies Baswedan?
FPI itu awalnya Front Pembela Islam yang berubah menjadi Front Persaudaraan Islam. Hal ini untuk menjaga semangat da’wah dan persaudaraan umat dan sesama anak bangsa.
Kini tangan-tangan tidak bertanggungjawab mencoba meminjam FPI dan menjadikan langkahnya sebagai Front Pemfitnah Islam, atau Front Penipu Indonesia.
Patung Kuda dan Monas dikotori oleh para pendemo tipu-tipu.
FPI reborn atau PKI reborn?
Bandung, 8 Juni 2022
(###)