KedaiPena.Com – Masyarakat Jawa Barat yang tergabung dalam Forum Dangiang Siliwangi yang terdiri dari berbagai organisasi kemasyarakatan dan para pakar wilayah Provinsi meminta agar Pemerintah pusat khususnya Presiden Jokowi menunda tahapan pilkada serentak 2020 sampai situasi pandemi beresiko rendah.
“Kita menegaskan kembali sikap masyarakat sipil Jawa Barat (Siliwangi Sipil), menuntut Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden Jokowi untuk Menunda Tahapan Pilkada Serentak 2020 sampai situasi rasional pandemi paling beresiko rendah pertimbangan managemen strategik dan resiko negara, dengan mengeluarkan PERPPU Penundaan tahapan pilkada serentak 2020,” kata Andri Perkasa Kantaprawira Ketua Gerakan Pilihan Sunda (Gerpis) dalam siaran pers, Minggu, (4/10/2020).
Ia menjelaskan, adapun dasar pemikiran atas agenda demokrasi nasional pilkada serentak 2020 lantaran memerlukan managemen berkinerja profesional dan berakuntabilitas tinggi didukung partisipasi serta kolaborasi banyak pemangku kepentingan.
“Padahal saat ini para pemangku kepentingan energi dan sumber dayanya sedang difokuskan untuk menangani masalah utama nasional yaitu pandemi (krisis kesehatan) sebagaimana dinyatakan dalam kebijakan Presiden terakhir kali dinyatakan,” papar dia.
Ia juga menjelaskan, realitas saat ini menyatakan gelombang pandemi sedang mengalami penambahan yang berkali lipat dari prediksi yang dimodelkan oleh para pakar statistik di Indonesia artinya waktu tiga sampai enam bulan.
“Juli – Desember 2020bahwa situasi pandemi berada pada prediksi terkendali atau dalam mitigasi resiko rendah saat ini berubah menjadi beresiko TINGGI, bahkan jadwal Pilkada Serentak yang tadinya ditetapkan 9 September 2020 ternyata lebih Beresiko Rendah daripada situasi yang belum diprediksikan kembali modelingnya pada tanggal 9 Desember 2020,” papar dia.
Tidak hanya itu, kata dia, pernyataan publik ketua dan anggota KPU menyatakan persoalan dikhawatirkan stakeholder keumatan dan kewargaan adalah hanya masalah kerumunan masyarakat serta cukup ditangani dengan pengaturan Peraturan KPU yang dikonsultasikan bersama DPR RI adalah sikap yang menyederhanakan masalah dan merupakan sikap mental yang tidak bertanggung jawab.
“Bagaimana tidak bertanggung jawabnya KPU pada peristiwa kematian dan sakitnya para penyelenggara pada pemilu 2019 yang mana resiko tersebut tidak termitigasi dalam kebijakan dan langkah KPU sebelumnya,” tutur dia.
Terlebih lagi, lanjut dia, pernyataan pemerintah diwakili oleh Mendagri Tito Karnavian pilkada menggerakan perekonomian daerah Menkopolhukam Mahfud MD dan DPR RI berkaitan dengan sirkulasi pergantian kepemimpinan pada efektivitas tatakelola pemerintahan daerah sangat tidak beralasan dan menyederhanakan masalah.
“Karena biaya kampanye para calon bukan faktor penting stimulan ekonomi daerah bahkan bisa mengarah pada pencideraan demokrasi (money politics), sementara untuk masalah PJS rata-rata masa berakhir Pemerintah Daerah adalah tengah Februari 2021, berarti sudah diputuskan secara tata kelola demokrasi normal kebijakan strategis program pembangunan dan penganggaran daerah (APBD) oleh Gubernur, Bupati dan Walikota jadi bila harus dilaksanakan oleh Pejabat Daerah Sementara (PJS) tidak bermasalah secara prosedur tata kelola demokrasi,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh