BESOK Idul Fitri. Kaum muslimin bahagia telah sukses tunaikan kewajiban. Banyak pelajaran dari ibadah ini. Mulai melatih kesabaran, membangun solidaritas hingga gemar memberi.
Kalam Ilahi didekati. Kata dan langkah kaki di bawah kendali. Caci maki dikurangi. Kebenaran diperjuangkan sepenuh hati.
Kemungkaran tetap dikritisi. Semua dasarnya bakti dan melayani. Ibadah adalah kebahagiaan hakiki.
Menuju panggilan lembut Allahu Robbi “fadkhulii jannatii” (masuklah ke dalam surga-Ku).
Paket ayat ibadah shaum dimulai 2:183 dan diakhiri 2:188. Yang terakhir ayat menyinggung hasil shaum dalam dimensi ekonomi dan hukum.
Secara bebas maknanya adalah larangan makan harta dengan cara curang karena kelak dibawa ke depan Hakim.
Ketika putusan tak adil si curang menang. Harta dimakan dengan dosa. Dan semua tahu itu rekayasa.
Artinya shaum itu harus berujung pada karakter yang jujur dan benar. Hakim yang adil.
Dalam dimensi politik ada 4:58 yang penting untuk dipedomani, karena ini perintah Allah.
“Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk menunaikan amanat kepada yang berhak, dan jika menghadapi perkara, hukumlah dengan adil. Itu (adalah) pelajaran sempurna dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat”.
Dalam politik yang utama adalah amanah dan dalam hukum itu tentu adil. Penguasa atau pejabat yang tak amanah, artinya khianat, maka surga haram baginya.
Amanat yang disia-siakan penyebab kehancuran (Bukhori Ahmad). Hakim kata Nabi, dua di Neraka satu di Surga. Hakim berilmu tapi zalim dan Hakim bodoh yang curang tempatnya di Neraka.
Hakim berilmu dan jujur di Surga.
Kini proses demokrasi sudah sampai pada tahap Mahkamah Konstitusi. Adakah penguasa licik yang tak amanah dikalahkan dan dihukum ataukah “terpaksa” untuk dimenangkan.
Ini ujian yang berat bagi penguasa dan Hakim. Mahkamah di dunia bisa direkayasa berdasarkan kepentingan pendek uang, tekanan, maupun sandera.
Tapi Mahkamah Ilahi tak bisa dipermainkan. Otak atik angka tak berlaku yang ada adalah kebenaran. Allah sebaik baik Hakim dan adzab-Nya itu pedih. Sedikit biasanya dipercikkan di dunia untuk penguasa atau Hakim yang tak adil, curang dan khianat.
Fitrah politik adalah baik dan mulia karena faktor amanah. Keluar dari fitrah mewujud dalam sikap menghalalkan segala cara dan mempertuhan kekuasaan.
Kekuasaan itu segala-galanya bila perlu dibeli, disuap, dikorupsi, dimanipulasi, dan di curi. Penguasa kotor adalah pencuri bahkan perampok dan pemerkosa. Penindas dan pembantai.
Puasa sebulan tak ada arti baginya karena Tuhan pun bisa dibohongi dengan sejuta pencitraan.
Jika ia sudah berani membohongi Tuhan pasti dia lebih berani lagi untuk membohongi rakyat. Tanpa rasa salah.
Maka, Idul Fitri pun bagi pendusta hanya semata fragmen dari sebuah seremoni.
Oleh M Rizal Fadillah, Pengamat Politik, Tinggal di Bandung