KedaiPena.Com – Pelibatan DPR sebagai prasyarat dalam pengangkatan dan pemberhentian Kepala Polri diatur dalam UU Kepolisian. Pada Pasal 11 UU Kepolisian yang berbunyi Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Lalu, usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya.
“Untuk alasan tersebut maka DPR RI melalui Komisi III menggelar ‘fit and proper test’, uji kepantasan dan kelayakan terhadap calon Kapolri,” kata Koordinator Petisi 28, Haris Rusly Moty dalam keterangan yang diterima KedaiPena.Com, Selasa (21/6).
Namun, sambung dia, dalam prakteknya, pelaksanaan dari UU tersebut tak lebih dari ‘reality show’. Pelaksanaan dari ‘fit and proper test’ hanya sandiwara saja. Ibarat seorang aktor yang sedang bermain film, skenario tanya jawab dan adu jotos-nya sudah diatur oleh sang penulis skenario dan sutradara. Hasil dari ‘fit and proper test’ juga sudah bisa ditebak, mirip film horor Indonesia yang tidak misterius.
Bahkan, jika kita perhatikan, ‘fit and proper test’ terhadap calon Kapolri di DPR mirip seperti ‘fashion show, menjadi panggung peragaan kelayakan baik bagi seorang calon Kapolri maupun anggota DPR.
“Anggota DPR Komisi III yang dimandatkan oleh rakyat melalui UU untuk menguji kepantasan dan kelayakan, justru terlibat dalam menutupi rekam jejak yang negatif dari calon Kapolri,” imbuhnya lagi.
Jika tujuannya untuk mengetahui rekam jejak seroang calon Kapolri, maka sebaiknya DPR memberi kesempatan yang seluas mungkin kepada masyarakat untuk memberi masukan terkait ‘track record’ si calon Kapolri.
“Tapi, jika ‘fit and proper test’ Komisi III DPR hanya menjadi ‘reality show’ dan ‘fashion show’, baik oleh Calon Kapolri maupun oleh anggota DPR sendiri, maka sebaiknya UU yang mengatur keterlibatan DPR dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri, juga Panglima TNI, dihapus saja,” tandas eks Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) ini.
(Prw)