Artikel ini ditulis oleh Asyari Usman, Pemerhati Sosial.
Sejak awal, kehadiran Firli Bahuri menciptakan kekeruhan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berkali-kali dia melakukan pelanggaran etik. Bukan pelanggaran ringan. Melainkan pelanggaran yang menjatuhkan martabat lembaga yang harus selalu bersih itu.
Belakangan ini, staf KPK mengeluhkan seringnya terjadi pembocoran operasi mereka. Yang terbaru adalah pembocoran dokumen tentang rencana tim KPK untuk menyelidiki dugaan korupsi di Kementerian Energi dan Sumber Mineral (ESDM).
Ketika tim KPK melakukan pengeledahan di kantor Kemen ESDM, mereka menemukan dokumen KPK yang merinci rencana operasi tim.
Ketika mereka tanyakan ke orang Kemen ESDM yang ada waktu itu, orang tersebut menjawab dokumen didapat Pak Menteri dari Pak Firli.
Dokumen yang dibocorkan itu ternyata bukan soal korupsi tunjangan kinerja (tukin) di Kemen ESDM sebagaimana diberitakan semula.
Tetapi dokumen tentang dugaan korupsi penerbitan izin usaha pertambangan (IUP).
Dikhawatirkan, informasi yang dibocorkan ke pihak-pihak yang akan diselidiki tim KPK memberikan peluang kepada mereka untuk menghilangkan barang bukti. Atau mengganti nomor telepon, dsb.
Kuat dugaan yang membocorkan itu adalah Firli Bahuri, ketua KPK. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) telah melaporkan pembocoran itu ke Polda Metro Jaya.
Koordinator MAKI, Bonymin Saiman, mengatakan dukumen yang bocor itu termasuk nomor telefon terduga, nama-nama terduga, dan sebagainya.
Pembocoran ini juga dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK oleh beberapa pihak, termasuk Endar Priantoro yang dipecat Firli dari jabatan Direktur Penindakan KPK.
Dan kemarin, Rabu (12 April 2023) Dewas memeriksa lima pimpinan KPK, termasuk Firli.
Selama ini, soal pembocoran dokumen atau rencaa operasi KPK sering terjadi. Namun selalu dabaikan saja. Tidak berlanjut ke tindakan keras.
Kali ini Dewas harus menjatuhkan sanksi terberat. Yaitu, memecat Firli. Dia harus diberhentikan. Tidak hanya dipecat, Firli juga harus diproses hukum pidana. Pembocoran rahasia KPK merupakan perbuatan pidana.
Selain soal pembocoran rahasia kegiatan KPK, kalangan pegawai di lembaga antikorupsi ini dibuat gerah oleh cara-cara diktator yang diterapkan Firli.
Misalnya, Firli berkeras agar dugaan korupsi Formula E dinaikkan ke tingkat penyidikan, yang berarti Anies Baswedan bisa dijadikan tersangka.
Padahal, gelar perkara menyimpulkan kasus Formula E tidak cukup bukti.
Desakan Firli soal kasus Formula E sangat politis. Tidak bisa dipungkiri bahwa Firli sedang melaksanakan perintah atau pesanan untuk menjegal Anies.
Firli sudah lama suka-suka hati di KPK. Dia berkali-kali melakukan pertemuan dengan pihak yang berperkara. Dia pernah bertemu dengan Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB).
Waktu itu, 2018, TGB masih menjabat sebagai gubernur NTB. Pada awal Mei 2018, KPK memulai penyelidikan dugaan korupsi divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara.
TGB diduga tersangkut dalam dugaan korupsi ini. Di KPK, Firli bertugas sebagai Deputi Penindakan. Dua kali Firli menjumpai TGB. Pertama pada 12 Mei 2018 ketika berlangsung acara ulang tahun GP Ansor di Bonder, Lombok Tengah. Filri datang bukan dalam status dinas. Tidak ada penugasan.
Yang kedua pada 13 Mei 2018, Firli kembali menemui TGB. Kali ini dalam acara main tenis Korem 162. Dia duduk di samping TGB. Bahkan menggendong anak TGB. Firli mengatakan dia tidak membicarakan apa-apa dengan TGB. Ada yang percaya?
Masih sebagai Deputi Penindakan, Firli menjeput langsung Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Bahrullah Akbar yang datang ke kantor KPK pada 8 Agutus 2018 untuk diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi APBN-P. Dia bawa Bahrullah ke ruangan kerjanya selama setengah jam. Jelas ini pelanggaran berat etik.
Pembocoran dokumen rahasia tentang operasi KPK yang diduga dilakukan oleh Firli adalah “obstruction of justice” (merintangi penegakan hukum). Para pakar hukum dan para mantan petinggi KPK mendesak agar Firli dijadikan tersangka.
Dia harus diadili. Kalau dinyatakan bersalah, sangat wajar dihukum berat. Firli merusak KPK.
[***]