KedaiPena.Com – Penyidik bernama Rosa dan satu orang jaksa bernama Yadyn harus ditarik ke instansi asalnya saat sedang memeriksa kasus dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) yang menjerat caleg PDI Perjuangan, Harun Masiku dan eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Direktur Pusat Studi dan Konstitusi (Pusako) Feri Amsari menilai jika memang benar penarikan Rosa dan Yadyn terkait penyidikan kasus dugaan suap PAW, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai upaya menghalangi penyidikan atau obstruction of justice.
“Saya pikir kalau penarikan (penyidik dan jaksa) itu ada kaitannya dengan proses penyidikan maka harus dianggap tindakan itu adalah tindakan menghalang-halangi penyidikan,” kata Feri saat dikonfirmasi, Senin (27/1/2020).
Menurut Feri, setiap orang yang menghalang-halangi proses penyidikan KPK dapat dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Ancaman Pasal 21 tersebut, kata Feri, tidak hanya bisa diterapkan terhadap orang-orang yang berada di luar KPK, tapi juga termasuk yang ada di internal KPK. Termasuk pimpinan lembaga antirasuah.
“Kan dia setiap orang, termasuk pimpinan,” ujar Feri.
Untuk diketahui, satu orang penyidik bernama Rosa dan satu orang jaksa bernama Yadyn harus ditarik ke instansi asalnya. Rosa dikabarkan telah ditarik ke Polri. Sementara Yadyn dikembalikan ke Kejaksaan Agung.
Jaksa Yadyn sendiri sebelumnya membenarkan jika ada informasi perihal penarikan dirinya dari KPK.
“Saya mendengar informasi tersebut,” kata Yadyn.
Kendati demikian, dia mengaku belum menerima SK nya secara langsung.
“Tapi belum menerima SK penarikan,” ujar Yadyn.
Karena belum menerima SK penarikannya secara langsung, dia pun tetap akan bekerja seperti biasa.
”Saya masih tetap melaksanakan tugas-tugas saya di KPK,” ujarnya.
Merintangi proses penyidikan atau penuntutan atau obstruction of justice tercantum dalam Pasal 21 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
Pasal itu menyatakan, “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta”.
Laporan: Muhammad Lutfi