KedaiPena.com – Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando EMaS mengaku terusik dengan isi pidato yang disampaikan oleh Prabowo Subianto selaku Ketua Umum Partai Gerindra di depan para kader Partai Gerindra, Pimpinan Partai Politik dan para menteri Kabinet Merah Putih, saat perayaan HUT ke-17 Gerindra.
Yang pertama, teriakan ‘Hidup Jokowi’ seakan-akan mempertegas posisi Prabowo yang berada di bawah bayang-bayang Joko Widodo (Jokowi).
“Kalau ada pepatah mengatakan ibarat serigala berbulu domba namun saya melihat Prabowo ibarat kucing berbulu macan atau harimau. Ketika Prabowo belum menjadi Presiden sangat terlihat begitu garang namun begitu menjadi Presiden langsung begitu terlihat tunduk dibawa ketiak Jokowi. Ternyata Prabowo hanya bisa mengeong, bukan mengaum dan tidak akan bisa menjadikan Indonesia menjadi Macan Asia,” kata Fernando, Selasa (18/2/2025).
Yang kedua, pernyataan Prabowo terkait Jokowi yang membantu Prabowo Subianto memenangkan Pilpres, telah menyingkap secara terang benderang tentang ketidaknetralan Jokowi saat menjadi Presiden. Sangat mungkin kecurigaan beberapa pihak terkait kecurangan pada saat pilpres yang lalu memang benar.
Yang ketiga, mengenai kritik beberapa pihak terkait ‘kabinet gemuk’, yang direspon oleh Prabowo dengan mengatakan tidak peduli, menunjukkan seorang pemimpin yang arogan dan otoriter.

“Seharusnya Prabowo mempertimbangkan aspirasi masyarakat baik itu seorang pengamat, akademisi, aktivis atau yang lainnya. Prabowo harus ingat bahwa yang memberikan mandat kepadanya bukan Partai Gerindra atau Jokowi. Sehingga sudah seharusnya mempertimbangkan aspirasi masyarakat atau memberikan tanggapan sebagai pemimpin yang terhormat. Kembali saya mengingatkan, bahwa Soeharto yang berkuasa saja bisa jatuh oleh kekuatan mahasiswa dan rakyat,” ucapnya.
Yang keempat, adalah pernyataan ‘ndasmu’ yang sangatlah tidak pantas diucapkan oleh seorang Presiden. Seorang presiden seharusnya bisa menjadi sosok yang menjunjung tinggi etika. Apalagi dalam dalam sila ke-2 Pancasila adalah menuntut masyarakat Indonesia beradab. Bagaimana masyarakat Indonesia akan berperilaku beradab sedangkan pemimpinnya tidak memberikan contoh yang baik.
“Prabowo tidaklah pemimpin yang baik karena tega memaki rakyatnya yang memberikan kritik kepadanya. Rakyat yang memberikan mandat kepada Prabowo tentu lebih berhak memakinya,” ucapnya lagi.
Fernando juga menyatakan kecurigaannya atas ajakan Prabowo untuk membangun koalisi permanen. Ia menduga, hal itu dilakukan Prabowo karena dirinya ragu akan mampu menyelesaikan kepemimpinannya sampai 2029, karena rakyat sadar dan mencabut mandat melalui pergerakan massa seperti tahun 1998.
“Saya berharap Prabowo segera menyadari kesalahannya dan memperbaiki sebelum rakyat menyadari dan melakukan pergerakan,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa