KedaiPena.Com – Suhu di beberapa daerah di Indonesia menjadi lebih dingin di malam hari. Di beberapa titik, butiran es menutupi tanah dan lahan. Mirip seperti salju. Sebut saja di Semeru, Bromo, dataran tinggi Dieng, dan lainnya.
Cuasa ekstrem juga terjadi di kawasan Puncak Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Dalam seminggu terakhir, para pendaki mendapati salju menutupi kawasan puncak gunung khususnya di alun-alun Suryakencana.
Sekretaris Perkumpulan Relawan Nusantara (Prens) Fajar Kuntarto menilai fenomena ini secara klimatologis dipengaruhi monsun dingin Australia yang aktif pada periode bulan Juni-Juni-Agustus.
“Umumnya periode ini merupakan puncak musim kemarau di wilayah Indonesia, selatan ekuator,” kata dia kepada KedaiPena.Com, ditulis Sabtu (29/6/2019).
Secara umum, lanjut dia, kondisi suhu dingin di beberapa wilayah Indonesia terjadi sebagai akibat dari adanya aliran massa udara dingin dan kering dari wilayah benua Australia.
“Desakan aliran udara kering dan dingin dari Australia ini menyebabkan kondisi udara yang relatif lebih dingin, terutama pada malam hari dan dapat dirasakan lebih signifikan di wilayah dataran tinggi atau pegunungan,” tambah Fajar.
Ia pun mengingatkan setiap orang yang beraktivitas di pegunungan, terutama pendaki gunung agar lebih mempersiapkan alat-alat penghangat badan.
“Tetap safety. Bawa sleeping bag, jaket bulu angsa dan lain-lain. Jangan nekat, jangan sampai terkena hypothermia. Persiapkan pendakian secara baik,” tandas dia.
Sementara itu Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara, Kedeputian Bidang Klimatologi BMKG, Siswanto menjelaskan hal senada.
“Aliran suhu dingin dari monsun Australia yang berubah menjadi angin dari selatan di beberapa tempat di Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara, kondisi udara dingin diperkuat oleh pendinginan permukaan laut di perairan selatan Jawa yang dikenal sebagai fenomena upwelling,” ujarnya.
Pendinginan perairan selatan Jawa itu bisa 3 derajat celsius lebih rendah dibandingkan perairan Laut Jawa atau lainnya.
“Upwelling selatan Jawa memang sudah dikenal sebagai fenomena musiman yang menguat bersamaan dengan puncak musim kemarau di Indonesia bagian selatan, atau puncak aliran monsun dari Australia itu,” jelasnya.
Selain itu, munculnya embun es di pegunungan Indonesia adalah laju penurunan suhu udara (lapse rate adiabatis).
Apabila di dataran rendah seperti Tangerang saja tercatat 19 derajat celsius, terlebih lagi di daerah yang agak tinggi atau pegunungan, sebab semakin tinggi tempat akan berkurang suhunya secara gradual.
Lapse rate adiabatis menggambarkan laju ketika udara bergerak naik dan mengalami penurunan tekanan udara, maka udara akan mengembang dan suhu menurun.
Laporan: Muhammad Ibnu Abbas